tag:blogger.com,1999:blog-77114613179195704782024-03-07T21:42:47.498-08:00Leadership LearnerLeadership is "a learnership". It's a passion on searching the best for life after this life.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-60501792032132261242010-01-31T06:28:00.000-08:002010-01-31T06:30:37.804-08:00Menuai Hikmah dari Granada<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px; "><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><div class="thumb_news" style="width: 154px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; float: left; text-align: center; margin-top: 5px; margin-right: 8px; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; padding-bottom: 5px; background-color: rgb(48, 55, 46); color: rgb(174, 174, 174); "><div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-size: 12px; font-weight: bold; letter-spacing: 2px; line-height: 13px;"><br /></span></div><img src="http://img.antara.co.id/stockphotos/tokoh/20091030131143-emye301009.jpg" alt="" title="" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; padding-top: 1px; padding-right: 1px; padding-bottom: 1px; padding-left: 1px; " /></div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; ">Sahabat, bersama seorang kolega, Asro Kamal Rokan, kami baru kembali dari sebuah perjalanan dinas ke Spanyol, menghadiri Sidang Kantor Berita se-dunia di Madrid. Setelah sidang-sidang selesai, melalui jalur darat, kami menyempatkan diri berkunjung ke Toledo, Cordova dan Granada dipandu oleh seorang pengemudi setempat yang bernama Jose. <br /></div><br />Saya ingin berbagi salah satu hikmah perjalanan itu. Banyak inspirasi yang kami peroleh sebagai anak bangsa yang ingin membangun Indonesia lebih baik. Semoga sedikit kisah ini dapat bermanfaat bagi sahabat.<br /><br />Sabtu pagi itu, tepat pukul 09.00 kami tiba di depan antrian menuju Palacios Nezaras, bagian terpenting di dalam Istana Al Hambra, Provinsi Granada. Pada masa kejayaannya, istana megah itu bernama Istana Nasrid.<br /><br />Jatah waktu kunjungan yang diperoleh adalah jam 09.30. Dalam tiket yang dibeli dengan biaya € 10, waktu kunjungan ke Palacios Nezaras dibatasi maksimal 30 menit. Waktu kunjungan bagian-bagian lain dari Al Hambra tidak dibatasi. Selain kami, banyak pengunjung dari berbagai negara berdatangan ke Al Hambra. <br /><br />Sambil menunggu, kami gunakan waktu untuk mengunjungi bagian lain Istana itu, Alcazaba, benteng berwarna merah yang dulu menjadi simbol tangguhnya pertahanan Kesultanan Granada dalam menghadapi pihak-pihak yang menginginkan kejatuhannya.<br /><br />Di dalam Al Hambra, kami menyaksikan ukiran-ukiran dan untaian kaligrafi kelas dunia di setiap sudut Istana, dan komposisi taman yang disertai air mancur yang indah. Ada juga Gazebo yang dapat menatap Kota Granada dari berbagai sudut. Kami membayangkan betapa para penghuninya dulu menikmati indahnya pemandangan kota sebelum padat seperti saat ini.<br /><br />Untaian kaligrafi di Al Hambra mengingatkan kami pada untaian kaligrafi pada Mihrab di Mezquita, Cordoba, yang sekarang telah diubah menjadi Katedral. Bentuk kolom-kolom di Mezquita meniru kolom-kolom di Masjid Nabawi, Madinah. <br /><br />Setelah setengah jam berkeliling di Al Hambra, kami keluar dan menikmati pemandangan Taman Medina dan Generalife di seberang Palacios Nezarios.<br /><br />Sahabat, seperti juga sahabat telah ketahui, setelah berkuasa di Spanyol yang diawali pendaratan pasukan Thariq bin Ziyad di Gibraltar, dan selanjutnya menaklukkan pasukan Raja Roderick pada tahun 711 M, Kekalifahan Andalusia yang meliputi sebagian besar Spanyol akhirnya lepas ke tangan kekuasaan Raja Ferdinand dan Ratu Isabel pada tahun 1492 M.<br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; ">Selengkapnya, sahabat dapat mengunjungi:</div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><a href="http://www.antaranews.com/jeda/?i=1264911298">http://www.antaranews.com/jeda/?i=1264911298</a><br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 100%; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><br /></div></span>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-14431661276170674152010-01-11T15:49:00.000-08:002010-01-11T15:55:27.009-08:00IKUT UBAH DUNIA DENGAN MEDIA ONLINE<p class="MsoNormal" style="mso-margin-top-alt:auto;mso-margin-bottom-alt:auto; mso-outline-level:1"><b><span style="font-size:24.0pt;mso-font-kerning:18.0pt; mso-ansi-language:EN-US;mso-no-proof:no">Ikut Ubah Dunia dengan Media Online<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:EN-US;mso-no-proof:no"><br /> <st1:city st="on"><st1:place st="on">Surabaya</st1:place></st1:city> (ANTARA News) - Media online atau website memiliki masa depan yang baik karena dengan demikian pelakunya akan turut mengubah dunia.<br /><br />"Lewat media online, kita akan memberi makna bagi perubahan dunia. Seperti apa dunia 10 tahun ke depan, kita bisa berperan," kata Direktur Utama Perum LKBN ANTARA, Dr Ahmad Mukhlis Yusuf dalam dialog peran media online di Surabaya, Rabu malam.<br /><br />Pada dialog dalam rangka kegiatan pelatihan "Indonesia-Australia Specialised Training Project" (IASTP) itu, Mukhlis mengatakan bahwa lewat media online seseorang akan ikut membantu memperbaiki dunia.<br /><br />"Lewat pelatihan semacam ini, kita memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi pelaku dalam penyebaran informasi, bukan hanya sebagai obyek," kata ahli manajemen yang akrab dipanggil dengan sebutan Emye itu.<br /><br />Selain itu, katanya, dari sisi bisnis, media online juga memiliki masa depan yang lebih bagus. Sesuai hasil penelitian, penyerapan iklan untuk media online terus bertambah dibandingkan media lainnya.<br /><br />"Ada data bahwa pembagian kue iklan untuk televisi mencapai sekitar 70 persen, 25 persen untuk media lain dan dua persen untuk media online," katanya.<br /><br />Namun, katanya, sekarang ada perkembangan baru. Mengutip hasil penelitian, ia menyebutkan bahwa kue iklan untuk televisi dan koran stagnan, radio stabil dan belanja online meningkat.<br /><br />"Ada penelitian yang menyebutkan bahwa pertumbuhan rata-rata kue iklan untuk media onlie mencapai 300 persen setiap tahun dalam lima tahun terakhir. Tentunya ini mempersyaratkan media online yang berbeda dan memiliki konsep yang jelas yang pas bagi para pemiliki brand," katanya.<br /><br />Ia mengingatkan, sebuah media harus mempertahankan kredibilitas sebagai harga mati atau tidak bisa ditawar. Kredibilitas itu akan mengundang rezeki, khususnya bagi pelaku bisnis media.<br /><br />Pada kesempatan itu ia juga mengingatkan pentingnya mendengar kebutuhan konsumen dalam mengendalikan sebuah media online, baik pengunjung media maupun pemasang iklan.(*)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-margin-top-alt:auto;mso-margin-bottom-alt:auto"><span style="mso-ansi-language:EN-US;mso-no-proof:no">COPYRIGHT © 2008<o:p></o:p></span></p>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-50268680753800105742010-01-11T15:20:00.000-08:002010-01-11T15:23:23.487-08:00KATA-KATA HAJI AAN ZUHANA YANG MENGGETARKAN<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px; ">Jumat siang itu udara Bandung terasa sejuk. Saat itu, aku tengah menyimak uraian khutbah Jumat di Masjid Al Azhar, Kelurahan Pasteur, Bandung. Aku berada di Bandung merayakan Idul Adha beberapa bulan lalu.<br /><br />Penyampai khutbah sepertinya tuna netra, kusimpulkan dari jauh dari caranya menatap hadirin. Beliau menyampaikan uraian tentang makna ibadah Kurban dengan sangat menarik, terutama tentang komitmen setiap manusia yang beriman untuk ikhlas berkorban demi tujuan hidup yang lebih besar dan sejati.<br /><br />Semakin aku menyimak isi khutbahnya, semakin larut aku pada ajakannya. Hatiku tiba-tiba bergetar oleh artikulasi penyampai khutbah yang mampu memberikan contoh-contoh pengorbanan manusia-manusia besar baik pada masa lalu maupun masa kini. Ajakannya untuk berbagi membuat sebagian besar jamaah yang hadir, yang umumnya bukan tuna netra, terdiam menyimak khusyu.<br /><br />Beliau menyampaikan ajakan untuk meraih kebahagiaan spiritual sebagai kebahagiaan tertinggi, bila kita lebih banyak memberi dan berbagi, ketimbang mengharap menerima. Ada kebahagiaan pada nurani kita bilamana kita lebih banyak memberi, demikian katanya.<br /><br />Aku merasakan getaran tambah kuat saat kata-katanya mengalir penuh makna sedalam M. Natsir (alm) dengan artikulasi sekelas salah satu komunikator terbaik di negeri ini yang kukagumi, Jalaludin Rachmat.<br /><br />Subhanallah. Seorang tuna netra mengajak kita berbagi, padahal boleh jadi sebagian dari kita sering iba melihat mereka. Aku jadi teringat pada perbincanganku dengan para tuna netra sebelumnya, mereka selalu bilang tidak ingin dikasihani. Mereka hanya berharap mendapat kesempatan untuk berbuat.<br /><br />Setelah shalat Jumat selesai, aku menghampirinya dan mengajaknya berkenalan, sembari berterima kasih atas isi khutbahnya. Nama beliau adalah H. Aan Zuhana (67 tahun), tinggal di Cibeber, Cimahi, Bandung. Beliau menyapaku dengan ramah, alhamdulillah harapanku berkenalan disambutnya dengan baik.<br /></span><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px;"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px;">Selanjutnya, sahabat dapat mengklik:</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px;"><a href="http://www.antaranews.com/jeda/?i=1263193485">http://www.antaranews.com/jeda/?i=1263193485</a><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: Tahoma; font-size: 13px; line-height: 18px;"><br /></span></div>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-51066193335405443982010-01-11T14:34:00.000-08:002010-01-11T16:00:05.068-08:00Memahami Pelanggan Lebih Dekat: Pengantar Buku Amalia E. Maulana<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); line-height: 18px; font-family:Tahoma;font-size:13px;"><h3 face="inherit" size="90%" color="initial" style="letter-spacing: 2px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline- font-style: inherit; vertical-align: baseline; line-height: 110%; margin-top: 10px; margin-right: 0px; margin-bottom: 10px; margin-left: 0px; "><p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;line-height:150%">ETNOGRAPHY:</p> <p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;line-height:150%">JAWABAN TERKINI BAGI PEMILIK MEREK</p> <p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Dalam sebuah perbincangan pada tahun 2006, Joseph Angkasa yang saat itu menjabat CEO PT. Bintang Toejoe; perusahaan penghasil minuman berenergi; bertutur bahwa riset pasar yang ditawarkan berbagai perusahaan jasa kurang akurat menggambarkan perilaku pelanggannya. Ia kerap kali kecewa dengan temuan riset pasar yang hanya mengulang-ngulang potret perilaku pasar atau calon konsumen yang dibidiknya. Menurutnya, hasil generalisasi dari hasil riset pasar berbasis metode kualitatif dan kuantitatif yang saat itu banyak dilakukan menghasilkan generalisasi yang jauh dari perilaku pelanggan yang sebenarnya, karena ternyata semakin banyak faktor dan kebiasaan calon pelanggannya yang tidak terekam dalam proses memutuskan produk atau proses konsumsi. Oleh sebab itu, ia melakukan upaya riset pasar yang unik dengan melibatkan seluruh karyawannya untuk mengamati perilaku masyarakat yang dibidiknya baik di rumah, di perjalanan, maupun di lingkungan masing-masing yang selanjutnya didokumentasikan melalui unit kerja yang dibentuknya sebagai sebuah <i style="mso-bidi-font-style:normal">consumer insight</i> yang mempengaruhi keputusan manajemen. Ia ingin mendapatkan kenyataan yang lebih akurat yang terjadi di masyarakat, sikap dan perilaku masyarakat terhadap minuman suplemen berenergi. Menurutnya, cara diatas ternyata lebih efektif menjadi umpan balik bagi proses penentuan dan praktek strategi pemasaran perusahaannya. Terbukti, rekam jejak penjualan produknya tetap kinclong selama bertahun-tahun.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Perbincangan lain dengan Jerry Justianto, CEO Masima Corporation, holding beberapa anak perusahaan media, termasuk diantaranya Radio Female, Delta dan Prambors yang membidik berbagai segmen pasar yang berbeda. Basis pendengar yang digambarkan melalui hasil survey pasar sebuah perusahaan riset multinasional tidak lagi menggambarkan secara akurat perilaku calon pendengar yang dibidiknya, sebab klasifikasi pendengar yang dilakukan perusahaan survey tersebut dinilainya hanya berlaku bagi perusahaan <i style="mso-bidi-font-style:normal">fast moving consumer goods</i> (FCMG) yang tidak menggambarkan stratifikasi sosial dan ekonomi pasar yang dibidiknya. Akibatnya, Jerry malah membuat model stratifikasi sosial dan ekonomi pelanggannya dan membuat cara tersendiri dalam membangun mekanisme <i style="mso-bidi-font-style:normal">feedback</i> dari para pendengar melalui berbagai kegiatan <i style="mso-bidi-font-style:normal">off-air</i> yang ternyata lebih <i style="mso-bidi-font-style:normal">cespleng</i> diterima para pemasang iklan. Hingga saat ini, radio-radio yang dikelolanya teruji masih menjadi pemimpin pasar di kelas masing-masing. Program-progamnya terus disempurnakan mengikuti temuan-temuan yang terjadi di masyarakat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%">Pembaca yang budiman, </p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Kedua contoh tersebut diatas menguraikan betapa pasar dan perilaku konsumen hari ini tidak sama lagi dengan beberapa puluh tahun lalu. Dalam menentukan keputusan konsumsi, konsumen semakin banyak dipengaruhi berbagai faktor yang kerap kali tidak terekam oleh jawaban-jawaban kuesioner survey dan bahkan oleh sebuah wawancara yang mendalam sekalipun. Bagaimana menggali uraian seorang responden dalam memutuskan membeli minuman berenergi dalam perjalanan pulangnya dari kantor ke rumah di berbagai moda yang ia gunakan? Pertanyaan seorang pewawancara <i style="mso-bidi-font-style:normal">focus group discussion</i> (FGD), metode kualitatif yang saat itu paling banyak digunakan, tidak mudah menggambarkan kebiasaan tersebut. Atau dalam kasus lain, bagaimana memastikan sebuah proses keputusan pemilihan bahan-bahan bangunan pada seorang yang sedang melakukan renovasi rumah, siapakah yang jadi target responden? pemilik rumah yang membelanjakan uangnya atau para kontraktor yang ia pilih? yang justru sering berhubungan dengan toko-toko bangunan. Siapakah yang berhak menikmati program-program promosi penjualan yang ditawarkan pemilik merek?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Masih banyak pertanyaan lain yang akan membuktikan bahwa proses <i style="mso-bidi-font-style: normal">snapshot</i> dan <span style="mso-spacerun:yes"> </span>pertanyaan-pertanyaan tertutup yang digunakan dalam berbagai metode kuantitatif, wawancara mendalam, aktifitas FGD dan berbagai metode kualitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para periset tidak mampu membongkar hal-hal yang melekat pada keseharian responden atau target pasar yang dibidik para pemilik merek. Akibatnya, hasil riset menjadi temuan-temuan yang berulang namun tidak memberikan fakta-fakta terbaru yang menguraikan kebiasaan-kebiasaan yang justru penting sebagai informasi bagi program-program komunikasi pemasaran maupun strategi pemasaran secara menyeluruh. Salah satu contoh menarik adalah bagaimana program komunikasi pemasaran yang dijalankan Unilever, pemilik merek Pepsodent, yang membuat iklan yang menyentuh hati para Ibu karena sangat dekat dengan kebiasaan yang terjadi di masyarakat, ketika seorang anak melemparkan gigi bawahnya yang tanggal ke atas genteng, ada keyakinan turun-temurun agar gigi tumbuh dengan baik, gigi bawah yang tanggal harus dilempar ke atas genteng. Sebuah fakta di masyarakat yang sulit direkam oleh sebuah wawancara mendalam sekalipun.<span style="mso-spacerun:yes"> </span><span style="mso-spacerun:yes"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%">Pembaca yang budiman,</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Amalia E. Maulana, penulis buku ini memang unik, setelah belasan tahun menjadi praktisi pemasaran di berbagai perusahaan multinasional dan berpengalaman <i style="mso-bidi-font-style:normal">hands-on</i> dalam memegang berbagai merek terkemuka, ia juga dibekali dengan pengetahuan akademik dengan jenjang tertinggi, PhD, dalam bidang pemasaran dari sekolah terkemuka University of New South Wales (UNSW) Australia, sebuah kombinasi sebagai praktisi dan akademisi yang membuat konsep-konsep pemasaran yang “berat-berat” menjadi enak dicerna dan dapat dikunyah baik oleh pembaca maupun ribuan peserta seminar-seminar yang dilaksanakannya. Dengan konsistensi yang tinggi, sejak tahun 2006, Amalia terus memperkenalkan metode etnography kepada publik dan terus disambut oleh para pengguna jasa riset aplikatif, mahasiswa pasca sarjana si berbagai sekolah-sekolah bisnis dan mereka yang menginginkan temuan yang lebih “nendang” dalam menjawab persoalan pemasaran; bagaimana mengetahui perilaku pasar secara lebih akurat.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Perkembangan pemasaran di masa depan akan semakin bersifat relasional, ketimbang transaksional. Prinsip pemasaran relasional menyaratkan kemampuan pemasar atau pemegang merek yang lebih baik memahami target pasar yang dibidiknya, bukan semata-mata melalui proses reguler riset pasar yang sistematis, melainkan juga melekat pada sikap keseluruhan organisasi pemilik merek terhadap <i style="mso-bidi-font-style: normal">feedback</i> target pasar yang dibidiknya. <i style="mso-bidi-font-style: normal">Touch point</i> antara pemasar dengan pelanggannya semakin kompleks dan bersifat multikanal, tidak berhenti pada proses terjadinya transaksi dan saat pelanggan mengkonsumsi barang atau jasa yang ia konsumsi. Proses penghantaran (<i style="mso-bidi-font-style:normal">delivery</i>) nilai pelanggan dari pemilik merek kepada pengguna merek menjadi lebih bersifat timbal balik yang dijamin melalui mekanisme komunikasi timbal balik dalam struktur organisasi dan sistem yang lebih efektif. Alhasil, pemilik merek tidak semata-mata harus menyempurnakan cara bagaimana melakukan riset pasar seperti yang diuraikan di atas, penulis buku ini mengajak kita semua untuk membangun sikap organik dan sistemik terhadap pasar dan pelanggan, ketimbang <span style="mso-spacerun:yes"> </span>mekanistik semata-mata melalui riset pasar terjadwal. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:.5in;line-height:150%">Ruh pemasaran yang terkandung di dalam etnography yang ditawarkan penulis buku ini adalah selain kita lebih akurat mengatahui dinamika perilaku pasar dan pelanggan, juga menyesuaikan struktur dan sistem di dalam perusahaan yang dapat memproses lebih lanjut semua dinamika yang terjadi pada pasar dan pelanggan dalam bentuk strategi dan kebijakan pemasaran yang bersifat <i style="mso-bidi-font-style:normal">market-driven</i> secara terus-menerus. Dengan cara demikian, maka hubungan pemilik merek dan pelanggannya lebih bersifat dua arah, sehingga respon pemilik merek tidak semata-mata sebagai upaya memenuhi praktek kepedulian pelanggan, melainkan dapat melahirkan berbagai terobosan baru dalam pengembangan produk dan layanan yang bertujuan menciptakan <i style="mso-bidi-font-style:normal">superior customer value</i> yang tak tertandingi oleh para pesai<b style="mso-bidi-font-weight:normal">ng<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><b style="mso-bidi-font-weight:normal">Selamat membaca.</b><span style="mso-spacerun:yes"> </span><span style="mso-spacerun:yes"> </span><span style="mso-spacerun:yes"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;line-height:150%"><st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city>, 15 Februari 2009</p></h3></span>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-13541568964962796062009-11-30T09:38:00.000-08:002009-11-30T09:41:55.466-08:00Impian Dua Anak Desa Keliling Dunia<span class="Apple-style-span" style="font-family: Tahoma, Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; color: rgb(51, 51, 51); font-size: 13px; line-height: 18px; "><h3 style="margin-top: 10px; margin-right: 0px; margin-bottom: 10px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-family: inherit; vertical-align: baseline; line-height: 13px; letter-spacing: 2px; "><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">IMPIAN DUA ANAK DESA KELILING DUNIA</span></h3><h2 class="author" style="margin-top: 10px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 5px; padding-right: 5px; padding-bottom: 5px; padding-left: 5px; border-top-width: 1px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 1px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 1.1em; font-family: 'trebuchet MS', helvetica, sans-serif; vertical-align: baseline; line-height: 15px; letter-spacing: -0.5px; font-weight: bold; width: 240px; color: rgb(93, 90, 90); background-color: rgb(248, 247, 239); border-top-style: dashed; border-top-color: rgb(221, 221, 221); border-bottom-style: dashed; border-bottom-color: rgb(221, 221, 221); display: block; ">Ahmad Mukhlis Yusuf</h2><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><div class="thumb_news" style="margin-top: 5px; margin-right: 8px; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 5px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; float: left; text-align: center; background-color: white; color: rgb(174, 174, 174); width: 154px; "><img src="http://img.antara.co.id/stockphotos/tokoh/20091030131143-emye301009.jpg" alt="" title="" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 1px; padding-right: 1px; padding-bottom: 1px; padding-left: 1px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; " /></div><em>"Be careful of your wish for, because it may happen (Anonymous)"<br /></em><br />Masa depan, apakah ia dimiliki oleh orang-orang tertentu? Atau ia bebas dimiliki siapa saja? Saya ingin menuturkan dua kisah anak desa yang membuktikan ia milik siapa saja.<br /><br />Pada suatu malam pada tahun 1981 di sebuah kamar berukuran 3x4 meter, sambil menikmati pisang ambon kegemaran kami, saya mendengarkan dengan seksama penuturan seorang sahabat tentang impiannya untuk keliling dunia. Ia bercerita sambil menggenggam sebuah buku kisah perjalanan. Saya lupa judulnya.<br /><br />Kami berdua bertetangga, tinggal di kampung, di sebuah kota kecil, Pandeglang, Banten. Membaca buku merupakan kemewahan bagi kami saat itu. Ada dua cara yang biasanya kami lakukan untuk mendapatkan buku; pertama, pinjam kepada Harry, anak dokter satu-satunya di kota kami saat itu. Kedua, pinjam ke perpustakaan umum, sekitar lima kilometer di pusat kota.<br /><br />U. Saefudin, nama sahabat kecil itu. Belakangan ia tambahkan nama ayahnya, Noer, di belakang namanya. Saya sering memanggilnya Ka Udin, sebab ia lebih tua setahun. Saefudin sangat menghormati kedua orangtuanya. Belakangan, setelah ia bekerja, orang-orang memanggilnya sebagai Pa Uu.<br /><br />Sejak kecil saya mengenalnya sebagai pribadi yang senang berorganisasi dan sarat prestasi akademik. Dua hal yang kadang saling bertentangan dan saling meniadakan, namun tidak bagi Saefudin.<br /><br />Di sela-sela belajar bareng, dia sering menunjukkan buku-buku puisi karya WS Rendra dan puisi-puisi karyanya yang dimuat di majalah Hai. Ada bakat besar untuk menjadi penyair pada dirinya, karena ia juga sarat dengan prestasi seni baca puisi. Saking seringnya menang perlombaan baca puisi, ia dilarang ikutan lomba lagi di tingkat kabupaten dan justru dijadikan juri oleh guru SMP kami.<br /><br />Saefudin mampu memadukan kegairahan belajar di kelas, hobi berorganisasi di luar kelas dan keluasan pergaulannya dengan para seniman dan penggiat aktivitas kemasyarakatan, termasuk Pramuka. Ia tidak pernah terlihat lelah bila sedang berorganisasi. Diam-diam, saya belajar darinya, sembari mengagumi berbagai kelebihannya. Tentu, tak ada manusia yang sempurna.<br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; ">Selengkapnya, sahabat dapat mengklik <a href="http://www.antaranews.com/kolom/?i=1256267147">http://www.antaranews.com/kolom/?i=1256267147</a></div></span>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-55232796735050787002009-11-30T09:31:00.001-08:002009-11-30T09:35:42.015-08:00<span class="Apple-style-span" style="font-family: Tahoma, Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; color: rgb(51, 51, 51); font-size: 13px; line-height: 18px; "><h1 class="news-title" style="margin-top: 10px; margin-right: 0px; margin-bottom: 6px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 1.6em; font-family: inherit; vertical-align: baseline; line-height: 22px; color: rgb(0, 0, 0); ">Belajar Dari Jordan, Sahabat Sejati</h1><h2 class="author" style="margin-top: 10px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 5px; padding-right: 5px; padding-bottom: 5px; padding-left: 5px; border-top-width: 1px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 1px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 1.1em; font-family: 'trebuchet MS', helvetica, sans-serif; vertical-align: baseline; line-height: 15px; letter-spacing: -0.5px; font-weight: bold; width: 240px; color: rgb(93, 90, 90); background-color: rgb(248, 247, 239); border-top-style: dashed; border-top-color: rgb(221, 221, 221); border-bottom-style: dashed; border-bottom-color: rgb(221, 221, 221); display: block; ">Ahmad Mukhlis Yusuf</h2><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><div class="thumb_news" style="margin-top: 5px; margin-right: 8px; margin-bottom: 5px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 5px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; float: left; text-align: center; background-color: white; color: rgb(174, 174, 174); width: 154px; "><img src="http://img.antara.co.id/stockphotos/tokoh/20091030131143-emye301009.jpg" alt="" title="" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 1px; padding-right: 1px; padding-bottom: 1px; padding-left: 1px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; " /></div>"<em>Tidur siang terlalu mahal buat kita! Asrama ini dibayar rakyat, SPP kita juga dibayar rakyat!</em>" begitu kata kawan saya, Jordan, pada suatu siang akhir tahun 80an membangunkan saya.<br /><br />Asrama kami dikenal dengan nama Asrama Felicia IPB, hanya bisa dihuni oleh maksimal 15 orang. Model bangunan tua, warisan Belanda. Asrama tersebut hingga kini masih ada. Dua tahun lalu, asrama tersebut sempat jadi lokasi shooting film <em>"Perempuan Berkalung Sorban</em>".<br /><br />Siang itu, dengan agak dongkol namun dalam hati saya membenarkan teguran itu, saya terbangun dari tidur siang yang jarang saya nikmati. Siang itu, kami tertidur sejenak untuk menghilangkan penat setelah seminggu menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan tingkat nasional sebuah organisasi extra-universiter di Bogor.<br /><br />Teguran itu, bukan satu-satunya kebiasaan yang Jordan lakukan terhadap kami. Dia juga mengajak teman-temannya berdisiplin untuk total berorganisasi, sebagai cara untuk membayar utang pada rakyat, katanya.<br /><br />Selama tinggal di asrama, dia paling sering mengkritik paper dan materi-materi kultum subuh yang bergiliran kami lakukan. Kuliah tujuh menit (kultum) sehabis sholat subuh, membuat paper, presentasi, diskusi, latihan jadi pengarah diskusi, dan mengisi hari-hari sebagai penggiat organisasi kemahasiswaan adalah hari-hari yang membuat asrama tersebut tidak pernah sepi.<br /><br />Dia juga yang paling sering memprovokasi rapat-rapat pengurus asrama, forum diskusi coffee morning yang dilakukan setiap hari minggu pagi dan rapat-rapat kepengurusan organisasi agar terus kritis, meski kadang rapat baru selesai dengan diakhiri sholat subuh berjamaah.</div><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; ">Selengkapnya, sahabat dapat mengklik <a href="http://www.antaranews.com/kolom/?i=1256877854">http://www.antaranews.com/kolom/?i=1256877854</a></div><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><br /></div><div class="post-content" style="margin-top: 20px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; outline-width: 0px; outline-style: initial; outline-color: initial; font-style: inherit; font-size: 13px; font-family: inherit; vertical-align: baseline; "><br /></div></span>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-48474235633629536122008-08-18T06:16:00.000-07:002008-09-07T09:40:18.843-07:00Perjuangan ANTARA Menyiarkan Proklamasi17/08/08 12:27 at <a href="http://www.antara.co.id/">http://www.antara.co.id/</a><br /><br />Perjuangan ANTARA Menyiarkan Proklamasi<br />Oleh Budi Setiawanto (Wartawan LKBN ANTARA)<br /><br />Jakarta, (ANTARA News) - Okupasi penjajah Jepang, termasuk mengubah Kantor Berita Antara menjadi Domei Indonesia, masih meregang meski Hiroshima dan Nagasaki telah dibom atom tentara Sekutu pada 9 dan 14 Agustus 1945.<br /><br />Tetapi itulah pertanda kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.Para pejuang Indonesia pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas untuk memproklamasikan kemerdekaan terlebih janji manis Jepang untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia melalui pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) bikinan Jepang pada 29 April 1945 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito hanya isapan jempol.<br /><br />Soekarno dan Hatta selaku pimpinan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Iinkai) serta mantan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat yang baru datang dari Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi pada 14 Agustus 1945 didesak Sutan Syahrir dan para pejuang muda lain seperti Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia.Syahrir dan para pejuang lain meyakinkan Soekarno bahwa pertemuan di Dalat dan janji Jepang yang akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia pada 24 Agustus 1945 hanya tipu muslihat Jepang.<br /><br />Para pemuda pejuang itu sempat menculik Soekarno bersama istrinya Fatmawati dan anaknya Guntur, serta Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.Malam harinya Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta untuk bertemu dengan Komandan Angkatan Darat Pemerintahan Militer Jepang di Hindia Belanda (Gunseikan) Letjen Moichiro Yamamoto di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1.Dari pertemuan dengan Yamamoto, Soekarno dan Hatta kian yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada tentara Sekutu pimpinan Amerika Serikat dan tidak berwenang memberi kemerdekaan kepada Indonesia.<br /><br />Malam itu pula Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo, Soekarni, dan Sajuti Melik rapat merumuskan teks proklamasi. Sajuti menyalin dan mengetik teks proklamasi.Esok paginya pukul 10:00 WIB bertepatan dengan hari Jumat 17 Agustus 1945 Masehi atau 17 Ramadan 1365 Hijriah atau 17 Agustus 2605 Tahun Jepang, bertempat di kediamannya Jalan Pegangsaan Timur 56 Cikini Jakarta Pusat, Soekarno didampingi Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI.<br /><br />"Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, hari 17, bulan 8, tahun 45.<br />Atas nama Bangsa Indonesia Soekarno - Hatta".<br /><br />Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, pemimpin Domei Indonesia Adam Malik dari tempat persembunyiannya di Bungur Besar menelepon Asa Bafagih dan mendiktekan bunyi teks proklamasi.Adam Malik minta agar berita tersebut diteruskan kepada Pangulu Lubis untuk segera disiarkan tanpa izin Hodohan (sensor Jepang) sebagaimana biasanya.Perintah Adam Malik itu dilaksanakan Pangulu Lubis dengan menyelipkan berita proklamasi diantara berita-berita yang telah disetujui Hodohan yang kemudian disiarkan melalui kawat (morce cast) oleh teknisi Indonesia, Markonis Wua, dengan diawasi Markonis Soegiarin.Berita tersebut segera menyebar, dapat ditangkap di San Fransisco (AS) maupun di Australia.Pemerintah pendudukan Jepang gempar setelah mengetahui tersiarnya berita kemerdekaan RI.Semua pagawai Jepang di Domei dimintai pertanggungjawaban. Domei segera membuat berita bantahan proklamasi dengan menyebutnya "salah".Mereka yang ditugaskan membuat bantahan adalah Sjamsuddin Sutan Makmur dan Rinto Alwi dibantu seorang Jepang bernama Tanabe. Dua orang Indonesia itu karena ditentang teman-temannya tidak bersedia membuat berita bantahan sehingga hanya Tanabe sendiri yang membuatnya dan Markonis Wau menyiarkan melalui kawat.Berita proklamasi kemerdekaan itu kemudian diteruskan ke Radio Republik Indonesia (RRI) yang ketika itu juga dikuasai Jepang dengan nama Hoso Kyoku.Jumat petang 17 Agustus 1945 seorang dari Domei masuk ke RRI dengan cara meloncat dari tembok belakang - karena di depan dijaga ketat oleh serdadu Jepang Kempetai. Ia memberikan secarik kertas dari Adam Malik kepada penyiar Jusuf Ronodipuro.Secarik kertas itu berisi tulisan tangan Adam Malik dan tertulis "Harap berita terlampir disiarkan." Lampiran berita yang dimaksud adalah naskah proklamasi yang sudah dibacakan Soekarno pada pukul 10 pagi.Jusuf Ronodipuro menyiarkan teks proklamasi itu pada pukul 19:00 WIB dari studio siaran luar negeri yang tidak dijaga Kempetai.Sama seperti di Antara, berita tersebut diselundupkan tanpa sepengetahuan Jepang disiarkan sehingga berita kemerdekaan tersebut semakin meluas jangkauannya, terbukti kemudian berita itu menjadi bahan percakapan dari mulut ke mulut.<br /><br />Ihwal tersiarnya berita itu di RRI bermula dari inisiatif Syahrudin, seorang wartawan muda Antara di Domei yang menyampaikan berita itu kepada petugas radio Kartidjo Hardjomoeljo alias Tjepot yang lalu menghubungi Soendoro di kantor berita Domei karena ragu untuk menyiarkannya.Setelah mendapat penjelasan dari Soendoro, maka berita proklamasi tersebut disiarkan.Berita itu membuat kaget penguasa Jepang. Setelah diselidiki diketahui bahwa asal berita tersebut adalah dari Domei.Di Surabaya, berita kemerdekaan dari Domei Jakarta diterima Markonis Jacub dan diberikan kepada Raden Mas Bintarti dan wartawan Soetomo (Bung Tomo).Juga diteruskan kepada surat kabar Soeara Asia namun ketika hendak disiarkan datang berita bantahan yang dibuat Tanabe sehingga redaksi Soeara Asia bimbang.Setelah mengecek situasi yang sebenarnya ke Jakarta melalui telepon redaksi Soeara Asia memutuskan tetap menurunkan berita tersebut. Mereka malah membuat selebaran-selebaran berita proklamasi serta menempelkan berita-berita itu dengan huruf-huruf besar di depan kantor Soeara Asia.<br /><br />Merasa sudah merdeka, orang-orang Indonesia di Domei Surabaya menguasai peralatan Domei untuk memantau berita-berita, disamping untuk menyiarkan buletin Siaran Kilat tanpa mencantumkan nama Domei.Kantor Domei Cabang Surabaya merupakan kantor cabang pertama yang melepaskan diri dari ikatan Domei Pusat Jakarta.Di Semarang, berita proklamasi dari Domei Jakarta diteruskan kepada penguasa tertinggi Indonesia di sana, Mr. Wongsonegoro yang saat itu menjabat Fuku Shuchookan (Wakil Residen Semarang). Berita itu dibacakan Wongsonegoro dalam sidang pleno dan mendapat tanggapan meriah lalu disebarluaskan kepada masyarakat sampai ada berita bantahan dari Domei.<br /><br />Menyerahnya Jepang kepada Sekutu membuat orang-orang Jepang di Domei Semarang kehilangan gairah kerja. Sebaliknya orang-orang Indonesia sangat bergairah bahkan mengambil alih dan menguasai kantor berita Domei.Ketika berita Proklamasi sampai di Bandung melalui "morse cast" dari Domei Jakarta, wartawan dan markonis Domei Bandung yang nasionalis terjegal saat akan menyebarkan berita gembira tersebut.Jepang melarang penyebarannya karena berita tersebut dikirim dari Jakarta tanpa melalui izin Sendenbucho atau Kepala Barisan Propaganda Jepang.Meski Jepang lebih ketat melakukan pengawasan terhadap penyebaran berita tersebut, berita proklamasi tetap dapat sampai ke meja redaksi surat kabar dan radio Jepang Bandung Hoso Kyoku atau Radio Nirom pada zaman Belanda, Harian Tjahaja dan Soeara Merdeka.<br /><br />Kejadian serupa juga terjadi di Yogyakarta maupun di daerah-daerah lainnya. Semua merupakan perjuangan Antara dalam menyiarkan teks proklamasi.Kantor Berita Antara sempat diganti oleh penjajah Jepang dengan nama Yashima (Semesta) pada 29 Mei 1942 tetapi nama itu hanya bertahan tiga bulan dan kemudian berganti nama lagi menjadi Domei Indonesia.Nama Domei bertahan hingga 3 September 1945 dan sejak tanggal itu berganti nama kembali menjadi Antara.<br /><br />Berikut cuplikan beritanya.<br />"KANTOR BERITA INDONESIA ANTARA" Mendjelma kembali ditengah-tengah masjarakat Republik Indonesia Merdeka. Djakarta, Semendjak hari Senen tanggal 3 September mulai berkerdjalah kembali Kantor Berita Indonesia Antara, sementara untuk menjiarkan berita-berita dalam negeri kepada surat-surat kabar di Djawa.Diharap tidak lama lagi kantor berita tersebut akan menjiarkan pula berita-berita luar negeri jang ditangkapnja dari berbagai kantor berita internasional.Kantor berita ini berpusat di Djakarta dan mempunjai kantor-kantor tjabang di Bandung, Surabaja, Djogja, Semarang, sedangkan di tiap-tiap Kabupaten ada seorang Djuruwartanja.Perhubungan dengan kepulauan Indonesia luar Djawa sedang diuasahakan setjepat mungkin.Untuk sementara waktu alamat kantor pusatnja ialah: Kantor Berita Antara, Djalan Surja Timur I, Djakarta Raja."Manajemen Antara kemudian mengambil alih gedung Domei di Jalan Pos Utara yang masih dikuasai Jepang. Melalui perundingan yang alot, Jepang menyerahkan gedung tersebut untuk menghindari bentrokan karena massa yang sudah banyak berkumpul di luar gedung. Jepang kala itu tak lagi berdaya.(*)<br /><br />COPYRIGHT ANTARA © 2008ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-22957427397523812852008-06-25T15:48:00.000-07:002008-06-25T15:53:43.160-07:00Mozaik Pemimpin Berintegritas Untuk IndonesiaESQ Magazine, Mei 2008<br /><br />MOZAIK PEMIMPIN KUAT DAN BERINTEGRITAS UNTUK INDONESIA<br /><br />"Saya sering tersentak melihat peristiwa anarkisme dan mudah marahnya berbagai kelompok masyarakat dalam menyikapi berbagai masalah bersama," kata Ahmad Mukhlis Yusuf, Direktur Utama Kantor Berita ANTARA. Bagi Emye, begitu dia sering disapa, kemarahan dan anarkis itu pertanda sumbu dialog tersumbat akibatpemegang kekuasaan gagal menciptakan kepercayaan dansuasana untuk berdialog.Maraknya berbagai protes atas hasil Pilkada sebenarnyabisa diselesaikan secara paralel dengan bertemunya para kontestan untuk berbagi komitmen dan berkontrakpolitik yang disaksikan wakil legislatif dan tokohmasyakarakat.<br /><br />Itikad baik tersebut setidaknya suasanapermusuhan dan anarkisme dapat dihindari sambilmenunggu proses penyelesaikan oleh KPU atau MA."Karena apapun keputusan dan hasilnya, harusnyadisertai dengan kesadaran spiritual bahwa kepemimpinanadalah amanah yang wajib dipertanggungjawabkan didunia dan akhirat. Dengan demikian, tidak perlu ngoyodengan jabatan apapun yang akan diperolehnya," katapria penyuka film Gandhi itu.<br /><br />Sejumlah kasus itu, bagi dia, merupakan penyimpangandari nilai-nilai kemanusiaan yang universal. "Sikapdan perilaku tersebut merupakan penistaan terhadapnilai-nilai kejujuran, keadilan dan tanggung-jawabkolektif kita sebagai bangsa yang sedang bergerakmenuju orbit keseimbangan baru," katanya. Pria Sagitarius yang lahir pada 1967 itu menilaibahwa korupsi, gesekan kesukuan, kerusuhan pilkadadan sejenisnya menunjukkan penghalalan segala carauntuk mencapai tujuan. "Padahal uang dan jabatan hanyalah alat yangdiamanahkan oleh Allah agar digunakan untuk menegakkankeadilan dan meraih kesejahteraan bersama," katanya.Menurut dia, penyimpangan itu sudah cukup parah,ibarat aturan lalu lintas, penyimpangan tersebut sudahberada pada lampu merah, bukan lagi lampu kuning,"katanya.<br /><br />Untuk itulah, katanya, diperlukan titik balik padamomentum seabad Hari Kebangkitan Nasional sebagaipeneguhan komitmen bersama yang disertai kerja keras,kerja cerdas, dan kerja ikhlas berbagai komponenbangsa untuk memperbaikinya bersama-sama.Emye menyatakan, bagian pondasi yang selama initerabaikan adalah semangat spiritual dalam visikebangsaan Indonesia. "Sebagai 'state of the future', visi kebangsaan kitaterlalu berdimensi fisik dengan ukuran-ukurannya yangserba kebendaan," kata lelaki yang bergerak dalampengembangan "life inspiration and business strategy"itu.<br /><br />Padahal pemikir manajemen Danah Zohar, membuktikanbahwa "material capital" dapat diraih oleh bangunan"social capital" yang kuat di atas fondasi "spiritualcapital". Emye mengkritisi Visi Indonesia 2030, yang diluncurkansejumlah praktisi dan pakar yang selanjutnya didukungPresiden dan Wapres. Menurut dia, sebagai sebuah ide dan bahan awal, visi tersebut sangat baik untukmelecut kita agar berpikir dan bekerja keras dengantujuan yang terukur."Namun ukuran-ukurannya juga bersifat material," kataEmye. Bagi dia, visi itu tidak akan tercapai bilatanpa dibarengi dengan terbangunnya "spiritualcapital" pada pelaku utamanya: para professional,industri, pengelola pemerintahan, pengusaha danberbagai komponen bangsa lainnya.Menurut dia, saat ini belum ada pernyataan visi yangmenekankan nilai-nilai kejujuran, keadilan, harmonisosial, kemuliaan yang hendak dibangun pada tatadunia baru yang lebih baik. Bahkan satu dekade setelah reformasi 1998, katanya,penegakkan hukum masih belum maksimal, akses ekonomimasih dikuasai pemodal kuat, anarkisme masih terjadidi mana-mana, politik uang terjadi di pelbagai pilkadadan lain-lain.<br /><br />"Kecuali kesadaran akan hak-hak politik dankehati-hatian berlebihan birokrasi dalam mengelolaproyek-proyek pemerintahan, belum banyak yangdihasilkan oleh proses reformasi dalam satu dekadeini," kata penyuka buku Musashi itu.Bagi dia, reformasi dalam titik kritis bila kita tidakberfokus pada substansinya, yakni penataan sistem dankehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih adil danmenjamin kehidupan yang lebih sejahtera dan mulia.Dalam manajemen sebuah bangsa, apalagi bangsa besarseperti Indonesia, katanya, perubahan ke arah lebihbaik dapat diawali oleh tampilnya tokoh kuat danberintegritas, seperti Bung Karno dan Pak Harto padaparuh pertama kepemimpinan masing-masing.<br /><br />Pilihan selanjutnya, membangun kelembagaan atau sistemkenegaraan untuk menghasilkan pemimpin yang kuat danberintegritas. "Idealnya keduanya dilakukan bersamaan,namun ternyata tidak mudah," katanya. Bahkan, dia saat ini ragu pada pilihan kedua; penataankelembagaan dan sistem an sich, bila melihat alotnyapara anggota legislatif dari partai-partai politikberbagi kekuasaan dengan Dewan Perwakilan Daerah danmunculnya calon perseorangan yang dapat menjadiancaman keberadaan mereka. Tapi, dia juga melihat betapa tidak mudah menemukansosok pemimpin berintegritas tinggi pasca-reformasi.Kepemimpinan BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBYbaru menghasilkan mozaik yang saling melengkapi.<br /><br />"Sebenarnya SBY punya momentum untuk melakukaan halitu, bila disertai dengan visi spiritual yangdisebutkan di atas. He is a leader in the making,belum selesai, beliau bisa menjadi pemimpin yang besaratau justru bisa tergelincir bila terbatas pada wacanasaja," katanya. Dia secara terbuka juga menyatakan belum menemukansosok tokoh bangsa yang ideal.<br /><br />"Sebaiknya mulai mengembangkan wacana pemimpin bangsa ini di bawah usia50 tahun," katanya.Dia menyebut sejumlah tokoh yang sedang mematangkandiri, seperti Ary Ginanjar, Anies Baswedan, AnasUrbaningrum, Adhiyaksa, Muhammad Lutfi, YuddyChrisnandi, Aa Gym dan banyak tokoh muda lainnya. Dia juga menyebut kebutuhan Indonesia terhadap tokohkharismatis seperti Bung Karno, sistematis namunberpikir sederhana seperti Pak Harto, lugas danberintegritas seperti Nelson Mandela, bersahajaseperti Mahatma Gandhi, berwawasan inklusif sepertiNurcholish Madjid, bekerja dengan passion yang kuatseperti madam Teresa, mengglobal seperti BJ Habibiedan mampu menerjemahkan visi ke tindakan nyata sepertiMuhammad Yunus dari Bangladesh."Seperti mozaik, kan?" katanya. (hape)ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-41232438786010960382007-08-23T20:24:00.000-07:002007-08-23T20:25:00.474-07:00Knowledge EnterpriseKNOWLEDGE ENTERPRISE<br />Oleh : Ahmad Mukhlis Yusuf<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br /><br /><br />Baru-baru ini, TELEOS, sebuah lembaga konsultan asing bekerjasama dengan Dunamis, melanjutkan kontes pemilihan MAKE yang telah berhasil diselenggarakan di berbagai negara. MAKE (most admired knowledge enterprises) adalah ajang pemilihan organisasi yang telah berhasil menjalankan manajemen pengetahuan dengan berbagai kriteria yang ketat. Bersama dengan Astra International, Unilever, Wijaya Karya, ITB dan lain-lain, Universitas Bina Nusantara (BINUS) terpilih sebagai salah satu organisasi yang telah teruji memenuhi kriteria terbaik sebagai knowledge enterprise. Organisasi pemenang MAKE tersebut juga telah teruji menjadi organisasi yang memiliki kinerja yang positif. Perkembangan BINUS yang pesat, terutama dalam sepuluh tahun terakhir, sangat didukung oleh penerapan manajemen pengetahuan, dimana komitmen manajemen, passion terhadap eksekusi dan peran teknologi informasi yang menjadi enabler untuk mengintegrasikan seluruh komunitas BINUSIAN sebagai sebuah masyarakat pengetahuan untuk menjadi landasan dalam mewujudkan visi BINUS 20/20 sebagai a world-calss knowledge enterprise. Penghargaan tersebut semakin menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara penerapan manajemen pengetahuan dengan kinerja organisasi.<br /><br />Knowledge Enterprise dan Kinerja Organisasi<br />Pertanyaan soal strategi membangun kinerja organisasi (baik profit maupun non profit) sering diajukan oleh para eksekutif. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemampuan organisasi untuk memahami perubahan lingkungan kompetisi dalam sebuah industri, untuk selanjutnya dapat direspon dengan pilihan positioning tertentu dalam sebuah rangkaian rantai nilai (value chain) industri adalah strategi tepat membangun kinerja. Positioning disini diartikan sebagai pilihan aktifitas organisasi dalam sebuah rantai nilai industri dari proses inbound, produksi, sales dan marketing, dan seterusnya, dimana organisasi dapat memilih aktifitas yang paling bernilai secara ekonomis. Pilihan Astra untuk bermitra dengan para pemasok komponen otomotif ketimbang memproduksi sendiri adalah strategi positioning yang telah teruji mengantarkan Astra sebagai perusahaan yang efisien dan mampu menghasilkan nilai ekonomis bagi organisasi. <br /><br />Sebagian kalangan lain berpandangan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh keunggulan sumberdaya (resources) yang terus diasah dan diperbaharui. Jay B. Barney dalam Gaining and Sustaining Competitive Advantage (2007) menyatakan bahwa sumberdaya tersebut harus memenuhi kriteria VRIN; bernilai (valuable), langka (rare), tak dapat ditiru (in-imitable) dan tak tergantikan (non substitable). Keunggulan sumberdaya ini melahirkan berbagai strategi pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya yang dapat melahirkan inovasi, teknologi dan infrastruktur organisasi yang menopang profitability dan pertumbuhan secara berkelanjutan. Kemampuan Steve Jobs menarik para programer-programer brilian di Apple tidak berhenti pada upaya merekrut SDM yang bertalenta, namun juga disertai dengan penciptaan suasana dan sistem kerja yang kondusif terhadap lahirnya inovasi dan alokasi anggaran perusahaan dalam melakukan research and development (R & D) yang terus-menerus. Pada kasus lokal, seperti diakui oleh CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo, saat CEO Speaks pada BINUS Business School, menyatakan bahwa alasan pimpinan TV7 memilih bermitra strategis dengan TransTV, karena manajemen TransTV mampu menekan biaya operasional stasiun TV yang merupakan komponen terbesar dalam bisnis media TV yang menyertai strategi manajemen dalam menentukan pilihan-pilihan program yang cerdas, dimana kemampuan tersebut diperoleh oleh proses pembelajaran kolektif (collective learning) oleh manajemen dan kru TransTV. Sumberdaya TransTV yang muda dan dinamis telah menempatkan stasiun tersebut menjadi salah satu stasiun yang menikmati pertumbuhan paling pesat dalam lima tahun terakhir.<br /><br />Belakangan diakui bahwa kedua pandangan tersebut sesungguhnya saling melengkapi, dimana sumberdaya unggul amat dibutuhkan, selain strategi pemilihan positioning cerdas organisasi pada sebuah rantai nilai industri. Kecerdikan Apple yang berhasil memperkenalkan iTune sebagai terobosan bisnis yang mengagumkan, dimana pengembangan teknologi iTune yang disertai dengan model bisnis yang terintegrasi dengan layanan downloading berbagai konten yang memiliki segmentasi yang jelas membuat Apple kembali menjadi perusahaan yang dikagumi di seluruh dunia.<br /><br />Dimana konteks knowledge enterprise yang menjadi inti tulisan ini? terlihat bahwa sumber pengendali kinerja organisasi terletak pada keunggulannya pada kepemimpinan eksekutif, kualitas manusia, budaya inovasi, dan sistem yang terbangun di dalam berbagai organisasi yang disebutkan di atas, baik pada skala lokal maupun global. Marius Leibold dkk dalam Strategic Management in the Knowledge Economy (2005) menyebutkan beberapa tren yang terjadi pada berbagai organisasi di dunia, diantaranya (i) perubahan apresiasi terhadap informasi menjadi knowledge dan wisdom; (ii) perubahan praktek birokrasi menjadi jejaring; (iii) orientasi pelatihan menjadi pembelajaran; (iv) ranah lokal menjadi transnational/global dan bahkan metanational; (v) pemikiran tentang persaingan menjadi kolaborasi; dan (vi) hubungan organisasional secara tunggal menjadi ekosistem bisnis dengan stakeholder yang berbeda. Selanjutnya, Marius Leibold dkk menguraikan berbagai korelasi kuat antara perilaku organisasi pembelajar dengan kinerja perusahaan pada era ekonomi saat ini.<br /><br />Darwin Silalahi (CEO Shell Indonesia) pada acara CEO Speaks baru-baru ini juga memperkuat temuan Senge (1990) yang menguraikan bagaimana Shell telah menjalankan praktek manajemen pengetahuan sebagai strategi perusahaan untuk terus tumbuh, dimana pembelajaran organisasional telah menjadi kebutuhan organisasi. Ciri-ciri organisasi belajar yang terus tumbuh tersebut merupakan ciri makhluk hidup (living organism) yang memiliki ruh dan jiwanya. Oleh karena itu, tak terbantahkan lagi bahwa upaya organisasi dalam menciptakan dan menggunakan sumberdaya pengetahuan yang melekat pada manusia dan sistem organisasi akan dapat membangun kinerja organisasi secara berkelanjutan.<br /><br />Manajemen Pengetahuan (knowledge management)<br />Melanjutkan pemikiran Michael Polanyi (1966), Bruce Kogut dan Udo Zander (1992) kemudian memperkenalkan pemikiran yang menyatakan bahwa perubahan kondisi pasar harus dihadapi organisasi dengan menjalankan pengelolaan teknologi yang berbasis prinsip manajemen pengetahuan, baik yang berupa informasi maupun know-how, dimana pengetahuan menjadi sumberdaya yang menentukan keunggulan daya saing perusahaan. Pemikiran ini terus dikembangkan oleh berbagai pakar yang bersumber dari riset-riset aplikatif pada berbagai industri dan sektor bisnis. Sayangnya, belum banyak referensi tentang riset perusahaan lokal di negeri ini. Riset penulis pada tahun 2004-2005 membuktikan bahwa organisasi yang memiliki nilai-nilai pembelajaran organisasional (shared-vision, commitment to learning, dan open-mindedness) telah teruji bertahan saat krisis ekonomi yang panjang. <br /><br />Selanjutnya, Nonaka dan Takeuchi (1995) memberikan batasan bahwa manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai: “proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara kontinyu, penyebaran secara luas melalui organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta membuat perubahan dalam organisasi”. Keduanya membagi pengetahuan menjadi dua yaitu: (i) pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), diekspresikan dalam bentuk kata-kata, nomor, bunyi, data, rumus, visual, audio visual, spesifikasi produk, atau bentuk manual. Pengetahuan ini dapat ditransfer secara formal dan sistematis kepada individu dan kelompok; dan (ii) pengetahuan implisit (tacit knowledge), tidak mudah dilihat dan diekspresikan. Tacit knowledge cenderung lebih bersifat personal, sulit untuk diformalkan dan dikomunikasikan atau disebarkan kepada yang lain. Intuisi subyektif dan firasat merupakan bentuk tacit knowledge. Pengetahuan ini termasuk hal-hal yang mendasar dalam diri seseorang seperti visi, nilai-nilai yang dianut, kecerdasan emosi, pengalaman dan sejenisnya,<br /><br />Suatu organisasi dikatakan menjalankan pengetahuan dengan mengkonversi pengetahuan implisit menjadi eksplisit dan begitu sebaliknya. Selanjutnya Takeuchi and Nonaka (2004) mengidentifikasi empat gaya konversi pengetahuan yang disingkat SECI, yaitu: (i) socialization (sosialisasi) dari tacit menjadi tacit; merupakan pembuatan dan penyebaran tacit knowledge melalui pengalaman langsung dari individu ke individu; (ii) externalization (eksternalisasi) dari tacit menjadi eksplisit; merupakan artikulasi tacit knowledge melalui dialog dan refleksi, yaitu dari individu ke kelompok; (iii) combination (kombinasi) dari eksplisit ke eksplisit, yang merupakan sistematika dan aplikasi pengetahuan eksplisit dan informasi, dari kelompok ke organisasi; dan (iv) internalization (internalisasi), dari eksplisit menjadi tacit; yang mempelajari dan memenuhi praktek tacit knowledge yang baru, dari organisasi ke individu. Dengan kata lain, menerapkan manajemen pengetahuan yang merupakan inti dari proses membangun knowledge enterprise adalah proses dinamis yang membutuhkan kerja cerdas para eksekutif organisasi. Proses mewudukan knowledge enterprise bukanlah proses yang instan.<br /><br />Membangun Knowledge Enterprise<br />Tulisan ini ditutup untuk mengajak para eksekutif organisasi untuk mulai membangun nilai-nilai organisasional yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran terus-menerus di dalam organisasi masing-masing. Proses pembelajaran organisasional ini merupakan esensi dari manajemen pengetahuan yang telah teruji pada berbagai perusahaan pemenang MAKE dan berbagai perusahaan kelas dunia seperti Shell, Apple, Microsoft, Holcim, Unilever dan lain-lain.<br /><br />Membangun knowledge enterprise adalah sebuah visi dan sekaligus komitmen. Sebagai sebuah visi, knowledge enterprise sejatinya diterjemahkan kedalam strategi dan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian visi tersebut. Seorang futurolog, Joel Arthur Barker menyatakan bahwa vision is dream and actions. Knowledge enterprise melekat pada manusia-manusia di dalam organisasi, nilai-nilai dan budaya organisasi, infrastruktur serta sistem yang menunjangnya. Keempatnya menjadi pilar-pilar yang menyangga kekuatan organisasi yang terus tumbuh pada lingkungan organisasi yang terus bergerak dinamis. Membangun knowledge enterprise merupakan esensi dari manajemen perubahan (change management), yang kini diserukan oleh banyak pemimpin bisnis di negeri ini. Welcome to the era of knowledge economy!<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Program Director MM Business Management, BINUS Business School dan Senior Partner Strategy Consulting (<a href="http://www.strategy.co.id/">www.strategy.co.id</a>). Penulis dapat dihubungi di ahmadmy@indosat.net.idahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-91684989813090971102007-08-12T19:34:00.000-07:002007-08-13T19:51:14.549-07:00Tiga Kekuatan Dahsyat: Prinsip, Kompetensi dan TindakanKEKUATAN PRINSIP, KOMPETENSI DAN TINDAKAN<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />Oleh : Ahmad Mukhlis Yusuf<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br /><br /><br />Pada setiap orang, terdapat peran-peran perorangan yang terjadi secara bersamaan, sebagai individu, kepala keluarga, eksekutif perusahaan, pimpinan organisasi sosial dan lain-lain, sebagaimana juga sebagai anggota keluarga, pada saat yang sama berperan sebagai anggota masyarakat, organisasi bisnis, organisasi sosial, nir laba, dan bahkan sebagai warga negara. Apakah peran-peran tersebut menuntut nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang berbeda? Amir T. Ramly, penulis buku Pumping Power, mengajak kita semua untuk meyakini bahwa sesungguhnya semua peran tersebut memiliki keselarasan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai atas keyakinan yang dianut (principle power), kompetensi (competence power), dan tindakan (action power). Ketiganya melekat pada setiap individu yang menginginkan perubahan diri dalam mewujudkan visi kehidupan masing-masing.<br /><br />Per definisi, visi adalah state of the future yang merupakan pandangan setiap diri atau organisasi di masa depan. Visi melukiskan aspirasi diri atau organisasi pada masa depan (Strickland, Thomson dan Gamble, 2006; Grant, 2002) yang dapat menguraikan arah dan tujuan eksistensi diri atau organisasi, dan sekaligus dapat menjelaskan secara rasional mengapa seseorang harus menuju ke arah yang ditetapkan. Dengan demikian, visi dapat merupakan mimpi atau harapan yang disertai dengan tindakan-tindakan untuk mewujudkannya. Demikian dinyatakan oleh seorang futuristik, Joel Arthur Barker dalam karyanya yang fenomenal Discovering the Future (1992), yang berhasil membuktikan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang memiliki visi cenderung memiliki tingkat keberhasilan hidup yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak bervisi. Hal ini sejalan dengan temuan Collins and Porras (1994) yang membuktikan keberhasilan sejumlah perusahaan kelas dunia yang mampu melewati turbulensi lingkungan dan bertahan dari generasi ke generasi melampau usia 50 tahun. Barker membuktikan bahwa kekuatan visi tidak terbatas pada organisasi, bahkan yang paling penting adalah visi kehidupan individu yang dapat mendorong tindakan untuk mewujudukan perubahan diri ke arah yang diharapkan. Terjadinya perbaikan diri secara kolektif akan menghasilkan resultan perbaikan organisasi dan masyarakat yang lebih luas.<br /><br />Karya penulis buku ini memperkuat karya-karya penulis manajemen terdahulu, dengan membangkitkan keyakinan dan perangkat bagi perubahan diri (self-change) maupun perubahan organisasi (organizational change). Kemampuan penulis untuk mengutip berbagai ayat-ayat Al Qur’an dalam memperkuat model yang diajukannya, telah menjadikan buku ini menjadi lebih bernilai spiritual dan mendasar bagi seorang muslim. Namun, nilai-nilai prinsip dapat berasal dari berbagai keyakinan yang dianut oleh setiap orang, termasuk oleh penganut keyakinan Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan keyakinan lainnya. Oleh karena itu, Pumping Power ini saya sebut sebagai keterikatan tiga nilai-nilai; prinsip, kompetensi, dan tindakan yang semuanya saling terikat untuk mewujudukan visi kehidupan seseorang. Setelah buku ini, saya berharap penulis meneruskan karyanya dengan buku petunjuk yang lebih praktis, seperti The Handbook of Pumping Power, Pumping Power at Workplace atau sejenisnya.<br /><br />Dengan menggunakan rerangka ketiga kekuatan tersebut, tidaklah sulit bagi seseorang untuk melakukan perubahan. Penulis buku ini mengajak kita semua untuk merekonstruksi diri melalui reaktualisasi prinsip-prinsip yang berasal dari kesadaran dan prasadar pada otak dan akal pikiran, qalbu, dan karakter manusia yang bersumber dari tiga nilai-nilai dasar berupa Iman, Ilmu dan Amal. Dengan fungsi ketiganya yang saling melengkapi, maka rekonstruksi spiritual dimulai untuk memandu perubahan berikutnya. Prinsip pertama ini merupakan penegasan manusia sebagai makhluk spiritual, ketika kesadaran atas tujuan hidup dan eksistensi dirinya disentuh, maka akarnya telah kembali diperkuat dengan nilai-nilai yang dapat menjadi nutrisi bagi kehidupannya yang lebih bermakna dan mulia. Berbagai nutrisi tersebut dapat berupa kesadaran dan pengetahuan tentang hakekat penciptaan manusia, makna dan tujuan kehidupan, kesadaran sebagai Hamba Allh SWT dan Khalifah di muka bumi dan lain-lain, yang semuanya memperkuat nilai-nilai spiritual yang merupakan visi kehidupan seorang manusia. Sebagaimana dinyatakan Barker, bahwa visi merupakan mimpi dan tindakan-tindakan yang mewujudkan mimpi tersebut. Dengan demikian Amal sebagai salah satu nilai-nilai dasar dari Kekuatan Prinsip, merupakan nilai-nilai yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai Iman dan Ilmu.<br /><br />Dengan kekuatan akar yang telah mengalami rekonstruksi diatas, sebagai sebuah proses yang dinamis, maka Kekuatan Kompetensi (competence power) akan mengubah kekuatan spirutal tersebut menjadi kekuatan diri dan profesi (apapun peran profesi seseorang) yang tangguh yang terus berkembang melalui proses penetapan dan perwujudan visi, penguatan motivasi, proses kepemimpinan yang kuat, peningkatan pengetahuan yang terus bertambah, penguasaan manajerial yang terus-menerus, dan kemampuan untuk mempraktekan semua hal tersebut secara terus-menerus melalui proses pembelajaran seumur hidup. Ya, kekuatan diri ini adalah proses pembentukan yang terjadi secara terus-menerus, melalui proses pembelajaran seumur hidup dalam berbagai persoalan diri atau pada lingkungan profesi atau peran masing-masing di dalam organisasi. Pandangan ini sejalan dengan prinsip-prinsip manusia sebagai insan pembelajar sebagaimana dinyatakan oleh Peter Senge dalam The Fifth Discipline (1995). Penulis buku ini juga menyatakan bahwa integrasi antara Kekuatan Diri (personal power) dan Kekuatan Profesi (professional power) yang membentuk Kekuatan Kompetensi harus didukung oleh mentalitas, moralitas, spiritualitas, intusi, logika, dan feeling (hal. 7). Dengan kata lain, ada nilai-nilai yang selalu menunjuang kekuatan diri dan profesi yang bersifat mendasar.<br /><br />Selanjutnya, dasar dari ketiga kekuatan yang menjadi bahan baku dari Pumping Power ini diatas adalah pemahaman diri untuk membangun karakter dan perilaku terbaik, yang membentuk pusat orbit sebagai nilai-nilai yang mendasari semuanya, titik orbit yang berupa integritas antara kekuatan diri dan profesi, dan garis orbit yang mengintegrasikan kekuatan diri dengan lingkungan secara terus-menerus. Itu semua merupakan rangkaian proses yang terus-menerus berjalan dimana pusat, titik dan garis orbit bergerak dan beredar menciptakan harmoni kehidupan, sebagaimana terjadi pada alam semesta. Analogi yang cerdas. Analogi lain yang digunakan penulis, mengutip QS Ibrahim (QS 14: 24-25), adalah sebagaimana tumbuhnya akar yang kuat dan baik, maka akan memperkuat batang, buah dan daun yang baik. Akar yang kuat merupakan kekuatan prinsip, yang dapat memandu dan menopang kekuatan batang, daun dan buah yang baik.<br /><br />Sebagai kata akhir, buku ini menambah referensi bagi seseorang atau organisasi yang menginginkan perubahan mendasar dan menyeluruh; perubahan yang tidak bersifat simbolis dan sementara, melainkan perubahan yang menyentuh pada kekuatan diri atau organisasi yang dapat menyatukan personal goals dan organizational goals. Perubahan atau transformasi organisasi yang kini banyak dilakukan berbagai pelaku bisnis dan organisasi pemerintahan akan sia-sia bila tidak bersumber dari perubahan-perubahan individu yang kuat yang menyadari bahwa kehidupan ini sesungguhnya sebuah proses perwujudan visi kehidupan yang penuh makna bagi kemuliaan diri dan profesi, apapun pilihan peran seseorang di muka bumi ini. Subhanallah.<br /><br />Jakarta, 25 Maret 2007<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Ditulis untuk pengantar buku Pumping Power, karya Amir T. Ramly<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Program Director MM Business Management, BINUS Business School dan Konsultan Senior pada Strategy Consulting (<a href="http://www.strategy.co.id/">http://www.strategy.co.id</a>).ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-43309579459804099962007-08-12T19:26:00.000-07:002007-08-13T19:42:25.894-07:00Senyum, Investasi KehidupanSENYUM SEBAGAI INVESTASI KEHIDUPAN<br />Oleh: Ahmad Mukhlis Yusuf <a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br /><br /><br />“Di saat merasa paling tidak bahagia, percayalah bahwa ada sesuatu yang harus Anda lakukan di dunia. Sejauh Anda dapat membuat penderitaan orang lain menjadi lebih manis, hidup tidaklah sia-sia” (Hellen keller).<br /><br /><br />Hidup ini teramat indah. Indah bagi mereka yang dapat memaknai hidup sebagai kesempatan untuk “berbisnis” dengan Sang Pencipta untuk mendapatkan “return” baik dalam kehidupan di dunia maupun di kehidupan selanjutnya, di akhirat kelak. Praktek “berbisnis” dengan Alloh SWT dapat berbentuk kenikmatan dalam menjalani semua kewajiban-kewajiban ilahiah secara ritual, maupun dalam kehidupan bermuamalah atau sosial. Sebagaimana telah kita yakini, kenikmatan menjalankan ibadah ritual dan sosial memiliki dimensi yang amat luas dalam aktifitas hidup kita sehari-hari, yang melekat pada setiap tarikan nafas, denyut nadi, dan semua perbuatan kita. “Everything is count”, kata para pebisnis sekarang.<br /><br />Alloh yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah mengatur semua sumberdaya yang dibutuhkan kita sebagai manusia; hamba-Nya; untuk melakukan segala sesuatu yang terbaik bagi masa depan kita sendiri. Semua aktifitas kehidupan sejatinya kita yakini merupakan investasi untuk kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya, yang pastinya abadi. Pertanyaan selanjutnya yang harus kita jawab adalah investasi apa saja yang telah dan akan kita pilih untuk mempersiapkan masa depan kita tersebut, padahal kita tidak pernah tahu sampai kapan kesempatan hidup ini kita nikmati. Sebagai seorang muslim, saya meyakini ajaran Islam yang menyatakan bahwa kelahiran, jodoh dan kematian adalah rahasia Illahi.<br /><br />Bila kita yakini semua yang kita lakukan sebagai investasi, maka kehidupan yang sedang kita jalani ini benar-benar merupakan momentum untuk memilih, dimana setiap pilihan memiliki implikasi masing-masing, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pilihan-pilihan yang cerdas, sejalan dengan panggilan ruhani kita, akan menuai kebahagiaan di kemudian hari, demikian sebaliknya.<br /><br />Senyum, adalah aktifitas yang mungkin selama ini dianggap kecil, padahal ia merupakan aktifitas sederhana yang berimplikasi pada “return” jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, senyum menciptkan berbagai kebahagian baik buat diri maupun orang lain di dunia, menuai persahabatan, mengobati hati yang sedang gundah, maupun membangkitkan keyakinan bahwa selalu ada harapan di tengah setiap musibah apapun. Senyum yang tulus adalah ungkapan hati. Demikian juga, dalam jangka panjang, senyum menjadi amalan yang dapat mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang tak akan ada akhirnya, Insya Alloh kehidupan di akhirat kelak.<br /><br />Penulis buku Senyum, Supardi Lee, yang selalu memelihara senyumnya, saya kenal sejak ia menjalani hari-hari sebagai aktifis mahasiswa di IPB. Supardi yang tidak kenal lelah, selalu berusaha berbuat baik untuk orang lain. Dengan senyumnya yang tulus, Supardi telah banyak menuai persahabatan-persahabatan yang amat bernilai, mengantarkannnya pada berbagai aktifitas hidup yang bernilai saat ini.<br /><br />Tulisan-tulisan dalam buku tersebut adalah kisah-kisah universal, yang dapat dibaca dan menjadi bahan renungan bagi siapapun. Membaca berbagai kisah dalam buku ini telah membuktikan bahwa setiap perbuatan yang berasal dari keyakinan (beliefs) yang kuat, akan menuai sesuatu yang bernilai, baik bagi diri kita maupun orang lain. Dengan kata lain, senyum yang diyakini sebagai aktifitas ibadah akan mengantarkan kita pada nilai-nilai kehidupan yang amat mempesona. Ada pepatah bijak menyatakan bahwa “hidup adalah perjalanan panjang menuju satu titik tujuan yang dimulai dengan langkah kecil”.<br /><br />Senyum adalah langkah kecil yang bernilai besar. Senyumlah sebagai tanda syukur untuk nikmat dan karunia yang tak terhitung; yang telah Alloh berikan kepada kita. Sebaliknya, senyumlah untuk ujian atau musibah yang sedang kita terima, karena keduanya hanyalah bentuk yang berbeda dari tanda sayang Alloh kepada kita. Tidak mungkin naik kelas, bila kita tidak pernah mengalami ujian-ujian kehidupan. Subhanallah.<br /><br /><br />Bandung, 31 Juli 2007<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Praktisi manajemen, Program Director MM in Business Management BINUS Business School dan Konsultan Senior pada Strategy Consulting (<a href="http://www.strategy.co.id/">http://www.strategy.co.id/</a>). Tulisan ini merupakan pengantar buku Senyum, karya Supardi Lee.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-81035779002101445992007-06-11T10:39:00.001-07:002007-06-11T12:07:15.738-07:00Banten Series (2) - Kepemimpinan Berbasis Ruh dan Gagasan<strong>MENANTI KEPEMIMPINAN BERBASIS RUH DAN GAGASAN</strong><br />Oleh: Ahmad Emye<br />(Makalah Pada Diskusi Bulanan di Radar Banten, Serang, 9 Juni 2007)<br /><br />“The real voyage of discovery is not seeking new lands but in having new eyes”<br />(Marcel Proust)<br /><br />Ungkapan filsuf Marcel Proust diatas tepat untuk menggambarkan bagaimana kita memahami kepemimpinan dan proses lahirnya para pemimpin di Banten. Setelah kita menyaksikan hasil Pilkada tahun 2006, figur kepemimpinan itukah yang ideal bagi Banten? Rakyat telah menentukan suaranya dengan segala kelebihan dan kekurangan dalam prosesnya. Kita semua dapat berdebat panjang soal keabsahan dan kejujuran Pilkada tersebut, mungkin debat tanpa berujung, tanpa kita mampu mengubah hasilnya kecuali melalui kontrol suara-suara “wakil rakyat” yang sebagian dari kita sangsi kepada meraka. Mereka terpilih oleh proses yang juga sah, namun mengapa sebagian dari kita masih juga sangsi? Tentu tidak bijak bila kita terus menyangsikan integritas mereka yang setidaknya juga masih punya hati nurani, sementara kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kita masih berharap pada nurani para penguasa dan anggota legislatif yang terpilih tersebut, yang tentunya memiliki ruh yang cenderung pada kebenaran, kejujuran dan keadilan.<br /><br />Tulisan ini bukan berada pada ranah politik praktis, melainkan pada ranah kebudayaan dan pemikiran untuk mengajak kita semua untuk melakukan refleksi ulang makna kepemimpinan baru di Banten, yang lebih mungkin dalam jangkauan kita saat ini, sebab siapapun pemimpinnya, mayarakat terus bergerak dan bekerja. Sebab, haruskah kita menanti lahirnya pemimpin ideal Banten dengan mencari calon-calon pemimpin baru masa depan yang hanya terjadi setiap lima tahun? atau sebaiknya kita semua memperkuat komitmen masing-masing sebagai pemimpin pada bidang masing-masing yang sedang bekerja dan menuntaskan agenda perubahan pada komunitas masing-masing?<br /><br />Memang terlalu pelik membahas perjalanan tujuh tahun Banten menjadi provinsi, saya hanya ingin mengajak untuk menatap kedepan. Saya pribadi, tanpa ingin menjelaskan alasan-alasannya, memahami pembangunan Banten sedang bergerak pada pembangunan fisik namun alpa membangun jiwanya. Jiwa warga penghuni negeri Banten, yang telah menantikan tujuh tahun penguasa bekerja untuk mereka. Tulisan ini akan memfokuskan bahasan pada upaya perbaikan individual, yang sejatinya akan mengantarkan pada perbaikan masyarakat dan Banten secara keseluruhan. Dengan peningkatan kualitas individual anak-anak negeri Banten, kita semua berharap akan menjadi bagian integral kemajuan Banten, melepaskan diri dari berbagai belenggu masa silam yang menghambat kemajuan.<br /><br /><strong>Individu Sebagai Penentu Kemajuan Negeri<br /></strong>Thomas L. Friedman dalam The World is Flat (2005) menyatakan bahwa para individulah yang telah teruji menentukan kemajuan sebuah negeri. Era kemajuan negara-bangsa dan peran perusahaan multinasional yang menentukan kemajuan sebuah bangsa tinggal terjadi pada berbagai belahan dunia saja, selebihnya para individu telah menghasilkan berbagai karya-karya fenomenal atas kemampuannya menggunakan berbagai jenis kecerdasan yang sebenarnya dimiliki oleh semua manusia di bumi ini, tanpa terkecuali. Para pemilik gagasan dan keahlian dari India, Malaysia dan China telah menjadi penentu berbagai kecenderungan sosial dan ekonomi belahan dunia lainnya. Tiba-tiba saja kita terkejut, berbagai lembaga ekonomi di negeri kita berpindah kepemilikan kepada para warga negara tetangga, yang tiga puluh tahun lalu belajar dari Indonesia. Tiba-tiba saja, produk-produk China, yang dihasilkan oleh pelaku industri rumah tangga berada di toko-toko di depan rumah kita. Banyak hal yang tiba-tiba kita tidak sadari telah berubah. Tiba-tiba kita menjadi negeri yang miskin.<br /><br />Penulis hendak mengajak anak-anak negeri Banten untuk mengambil pelajaran dari berbagai fenomena tersebut, apakah anak-anak negeri China, India, Malaysia dan lain-lain ditakdirkan lebih cerdas dari anak-anak negeri kita? Soal kecerdasan inteligensi, tentunya bangsa kita tidak kalah. Lihat saja, Andhika Putra, siswa SMA I Sutomo Medan dan Ali Sucipto, siswa SMA Xaverius I Palembang merebut medali emas pada Olimpiade Fisika Dunia yang diselenggarakan di Salamanca Spanyol tahun 2005. Pada tahun yang sama, Dhina Pramita Susanti, dari SMA Negeri 3 Semarang, dan Anike Bowaire dari SMA Negeri 3 Serui, Papua juga meraih medali emas pada lomba fisika eksperimen Internasional dengan penghargaan “ The First Step to Nobel Prize in Physics 2005”. Banyak anak-anak negeri Banten juga cemerlang, seperti Elin Driana yang sedang menamatkan PhD di Ohio University, Tubagus Furqon Sofhani yang sedang menamatkan di University of Illinois, dan putera-puteri Banten lainnya, termasuk para penerima beasiswa LG yang juga sedang meraih impian-impiannya dengan kemampuan mereka untuk berkembang sendiri. Saya tidak sedang mengupas semata-mata soal kecerdasan inteligensi, sebab Anthony Robbins telah membuktikan bahwa keberhasilan hidup 70% ditentukan oleh kecerdasan emosional, belum lagi Dannah Zohar membuktikan kecerdasan spiritual membuat manusia merasa lebih bermakna, dalam peran apapun di dunia.<br />Pertanyaan yang harus kita jawab adalah seberapa banyak kita menggunakan berbagai medium pembelajaran yang memungkinkan anak-anak bangsa lebih cerdas secara emosional dan spiritual? Seberapa cerdas kita menggunakan medium rumah, medium bermain, medium pergaulan sosial, medium tempat-tempat pertemuan, medium teknologi dan sarana non fisik lainnya untuk melejitkan potensi diri anak-anak negeri? Sesungguhnya, pada medium ini proses pembentukan pemimpin generasi baru Banten dilahirkan. Seberapa sadar kita mewarnai medium-medium tersebut dengan nilai-nilai yang dapat memproses lahirnya generasi baru Banten yang lebih cerdas secara emosioanal dan spiritual?. Bukankah lebih banyak waktu kita berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sosial selama ini pada medium-medium tersebut? Seberapa bernilai kualitas interaksi tersebut yang dapat membuat proses yang menghasilkan kualitas anak-anak negeri Banten yang lebih baik? Merekalah calon-calon pemimpin Banten generasi baru. Mereka yang cerdas secara emosional dan spiritual.<br /><br />Penulis tidak dalam posisi “anti” sekolahan, penulis menilai kita semua sering mengabaikan medium pembelajaran lain, yang justru paling banyak menyerap sumberdaya kita semua. Amat banyak peluang yang kita lewatkan agar kita, lingkungan dan anak-anak kita dapat lebih cerdas, lebih bijak, dan lebih berbudi pekerti dibandingkan masa lalu. Makna kecerdasan yang dimaksud, lagi-lagi, bukanlah semata-mata kecerdasaan intelijensi yang berasal dari warisan genetik, namun juga meliputi kecerdasan emosional dan spiritual yang justru, menutut berbagai penelitian, mampu melejitkan potensi diri dan berkontribusi paling besar terhadap keberhasilan hidup dan harmoni sosial<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a>.<br /><br />Pendek kata, pembelajaran sebagai proses pembentukan manusia tidak harus jauh dari jangkauan kita. Masyarakat Banten juga dapat menggunakan berbagai medium pembelajaran yang dapat merubah pola pikir, pola sikap dan pola tindaknya. Meminjam pernyataan Argyris dan Schon (1978) bahwa proses pembelajaran tidak selalu terbatas pada proses linier melalui upaya memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu (detection of errors) yang disebut single-loop learning, melainkan juga dapat berupa upaya menjawab berbagai asumsi-asumsi dalam pengambilan keputusan seseorang didalam organisasi (baca: bermasyarakat), termasuk didalamnya asumsi tentang medium pembelajaran sendiri, yang disebut double-loop learning<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a>.<br /><br />Sinkula dan Baker (1999) menyebut pembelajaran model kedua memungkinkan “think outside the box”, yang kedua tipe pembelajaran ini membutuhkan nilai-nilai (values) pembelajaran organisasional (baca: bermasyarakat) yang memungkinkan seluruh individu untuk melakukan pembelajaran terus-menerus untuk kehidupan yang lebih baik<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a>. Dalam konteks ini, bila kita sepakat Banten sebagai sebuah organisasi, maka komitmen ini ada pada seluruh individu, dimulai dari para pemimpin formal sampai dengan kita semua, rakyat biasa, dengan peran, tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Adalah tugas pengelola negari Banten ini untuk menciptakan fasilitas dan atmosfir pembelajaran, namun kita tidak dapat tergantung sepenuhnya pada mereka, bila mereka alpa.<br /><br />Sinkula dan Baker (1999) juga menyatakan bahwa nilai-nilai organisasional yang harus dibangun agar tercipta pembelajaran organisasional (baca: masyarakat) adalah: (i) komitmen pada pembelajaran (commitment to learning), (ii) keterbukaan pandangan (open-mindedness), dan (iii) visi yang disepakati (shared-vision).<br /><br /><strong>Menanti Kepemimpinan Berbasis Ruh dan Gagasan<br /></strong>Banten ini juga berhak bermimpi untuk menjadi lebih adil dan sejahtera. Anak-anak negeri Banten ini juga berhak untuk berdiri terhormat dan bermartabat dihadapan warga negara lainnya. Pertanyaannya adalah; bagaimana kita dapat membangun kepemimpinan generasi baru pada masa depan dengan cermin pengalaman masa lalu. Seorang bijak pernah mengatakan; “satu-satunya alasan mengapa kita selalu meilihat kaca spion, semata-mata kita hendak maju ke depan”. Perlu ketegasaan sikap kita semua untuk memutus rantai persoalan pada masa lalu agar tidak terus menggayuti perjalanan kita berikutnya.<br /><br />Untuk dapat mulai bermimpi, atau lebih dikenal dalam terminologi manajemen stratejik, membangun visi, anak-anak Banten wajib memiliki komitmen kuat terhadap pembelajaran (commitment to learning). Sinkula dan Baker (1999) menyebutkan nilai-nilai komitmen sebagai prayarat mutlak yang dibutuhkan agar terbangun pembelajaran yang mengantarkannya pada perubahan. Bila komitmen tersebut kita miliki, maka kita semua akan mengarahkan sumberdaya akan mendorong terciptanya alokasi sumberdaya yang memungkinkan terjadinya pembelajaran.<br /><br />Komitmen tersebut akan mengantarkan pada upaya terus-menerus untuk memperbaharui pengetahuan, sikap dan perilaku hari ini agar lebih baik dibandingkan masa lalu, dan memperbaiki masa depan dibandingkan hari ini. Inilah yang disebut, anak-anak Banten berhak memperoleh masa depannya yang lebih baik, dengan bercermin dari kekeliruan dan kekurangan masa lalu, sambil memilah-milah kebaikan-kebaikan mana yang layak dipertahankan dan diperkuat. Komitmen terhadap pembelajaran dari seluruh anak-anak negeri Banten akan mengantarkan pada pengalamaan-pengalaman baru yang tidak pernah dialami sebelumnya. Perbedaan perpektif dalam melihat sebuah fenomena sosial adalah hal yang wajar sebagai salah satu buah manis pembelajaran. Senge (2002) mengingatkan kita bahwa model mental perlu dibangun pada individu agar melihat dinamika organisasi (baca: masyarakat Banten) sebagai sebuah sistem yang berjalan untuk menyempurnakan diri<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a>. Oleh karena itu, pikiran Senge (2002) ini sejalan dengan Baker dan Sinkula (1999), bahwa nilai-nilai pembelajaran organisasional yang berikutnya adalah keterbukaan pandangan (open-mindedness). Nilai-nilai ini bila dimiliki oleh para individu akan memungkinkan proses pembelajaran generatif (Argyris dan Schon, 1978), yang memungkinkan terjadinya perubahan pemahaman-pemahaman baru yang lebih sejalan dengan dinamika masyarakat Banten yang baru.<br /><br />Perubahan pemahaman baru ini akan mengantarkan pada sikap, perilaku dan keterampilan baru anak-anak negeri Banten yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Sebagai contoh, bila semua anak-anak negeri Banten memiliki akses murah pada internet dan teknologi informasi lainnya yang merupakan wujud dari komitmen pemerintah, maka bila disertai nilai-nilai keterbukaan pandangan tentang masa depan kehidupan yang ditentukan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, maka mereka cenderung akan menggunakan internet tersebut untuk mencari peluang beasiswa, menambah penguasaan bahasa asing, membangun komunitas maya yang sehat dan seterusnya.<br /><br />Berbagai dinamika bermasyakarat yang baru di Banten juga selayaknya disikapi dengan proporsional, termasuk berbagai fenomena diantaranya; proses Pilkada yang belum sempurna, desentralisasi yang melahirkan ego Pemkab/Pemkot, dan berbagai kecenderungan pembangunan lainnya. Bila semua anak-anak negeri Banten memiliki keterbukaan pandangan bahwa demokrasi adalah prinsip-prinsip kemerdekaan untuk mewujudkan pemerintahan yang adil yang didukung rakyat, maka perilaku yang memerintah dan masyarakat pun relatif akan bahu-bahu membuat perangkat hukum (baca: Perda dan aturan-aturan lainnya) dan kebijaksanaan yang memungkinkan tujuan dari proses demokrasi tersebut. Marquardt and Reynolds (1994) mendefinisikan pembelajaran sebagai<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a>: “proses individu memperoleh pengetahuan baru dan pemahaman yang mendalam yang akan merubah perilaku dirinya”.<br />Jadi, para pemimpin generasi baru adalah mereka yang sejatinya membangun kempimpinan berbasis pada pembelajaran individu yang memiliki ruh yang cenderung dekat pada nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan, serta dapat menghasilkan gagasan sebagai produk darin proses pembelajaran. Kita semua, apapun peran kita dalam proses bermasyarakat ini. Apakah ia seorang penguasa, pajabat provinsi, anggota legislatif atau siapapun dan apapun peran kita di negeri ini. Apakah kita semua punya komitmen untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru dan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu yang kita tengah jalani? Maukah kita menggunakan sumberdaya (resources) yang paling bernilai dalam kehidupan ini, yakni sumberdaya waktu dan energi yang kita miliki untuk mewujudukan komitmen tersebut?.<br /><br />Waktu adalah aset paling berharga yang sering kita abaikan, padahal QS 103; 1-3 telah mengingatkan betapa meruginya manusia yang mengabaikan waktu, kecuali bagi mereka yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasehati untuk menasehati untuk kebenaran dan keshabaran. Melaksanakan kebaikan dan nasihat untuk kebenaran dan keshabaran adalah proses interaksi bermasyakarat yang membutuhkan keyakinan (beliefs), sikap (attitides) dan perilaku (behaviour) anak-anak negeri Banten yang meyakini semuanya adalah investasi bagi kehidupan saat ini dan kehidupan selanjutnya di Hari Kemudian.<br />Argyris dan Schon (1978) menyatakan bahwa terdapat dua hal penting dalam pembelajaran yaitu: (i) pembelajaran dapat terjadi hanya jika individu yang belajar memahami permasalahan dan termotivasi untuk mempelajarinya; (ii) meskipun dengan pemahaman yang mendalam, seorang yang belajar seringkali tidak menghasilkan perilaku yang baik atau keahlian yang konsisten untuk mengatasi berbagai permasalahan.<br /><br />Uraian tersebut mengantarkan penulis pada pentingnya nilai-nilai organisasional yang ketiga yang disebut dengan; shared-vision. Dua nilai-nilai yang pertama (komitmen pada pembelajaran dan keterbukaan pandangan), tanpa disertai dengan shared-vision, ibarat kita memiliki kendaraan canggih tanda tujuan akhir. Dalam nilai-nilai shared-vision ini terdapat harapan masa depan anak-anak negeri Banten, terkandung didalamnya nilai-nilai moral sebagai landasan visi, proses internalisasi dan komunikasi politik, sense of crisis, nilai-nilai bermasyarakat dan lain-lain, yang memungkinkan terbangunnya kesatuan sikap berbagai komponen masyarakat Banten. Energi individu tidak habis untuk menarik Banten untuk mundur ke belakang, dengan mempersoalkan berbagai perbedaan yang terlanjur dimiliki oleh masing-masing, melainkan membangun sinergi dan partisipasi untuk melakukan pekerjaan besar bersama-sama.<br /><br />Menurut Thomson dan Strickland (2005), mengaitkan visi dengan nilai-nilai yang dimiliki organisasi (baca: masyarakat) akan membuat visi tersebut memiliki ruh dan keterkaitan moral yang mampu membangkitkan sumberdaya yang melampau berbagai keterbatasan yang dimiliki<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a>. Barangkali inilah yang disebut dengan prinsip-prinsip menggunakan kekuatan diri untuk dapat mengatasi berbagai rintangan dan tekanan yang melampau kemampuan pikiran (otak kiri yang bercirikan logika), dengan menggunakan kekuatan otak kanan dan kekuatan bawah sadar (unconcious mind), yang banyak digunakan oleh para ahli neuro-linguistic programming, hypnosis, mind management, quantum learning dan sejenisnya<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a>.<br /><br /><strong>Agenda Perbaikan Diri dan Lingkungan Sekitar<br /></strong>Pada bagian akhir ini, saya hendak menegaskan bahwa bila ketiga nilai-nilai diatas dibangun oleh kita semua, termasuk Gubernur/Wagub Banten, Bupati/Walikota di Banten, anggota legislatif, pengelola Rumah Dunia, pimpinan parpol,pemimpin Ormas dan LSM, dan dan dijalankan dengan konsisten, maka akan mengantarkan proses pembelajaran tersu-menerus yang dapat menghasilkan para pemimpin yang bekerja dengan ruh dan gagasannya. Meminjam terminologi organisasi (baca: masyarakat) pembelajar menururt Marquardt dan Reynold (1994), maka masyarakat pembelajar adalah: “masyarakat yang melakukan proses pembelajaran secara terus menerus terhadap diri dan lingkungannya”.<br /><br />Membangun kepemimpinan yang berbasis ruh dan gagasan adalah proses panjang perbaikan kualitas diri yang tidak ada hentinya (never-ending process) sebagai bagian dari mimpi sebuah negeri yang juga berhak terhormat dan bermartabat dihadapan negeri-negeri lain. Sungguh berdosa para pemimpin forrmal Banten, bila membiarkan rakyatnya berada dalam ketertinggalan, sementara kekuasaan berada pada tangan mereka. Namun, tulisan ini hendak mengajak kita untuk tidak menanti inisiatif atau kehendak baik (will-power) dan hasrat (desire) dari para pemimpin Banten semata-mata, karena kita semua adalah para pemimpin pada komunitas masing-masing. Kita punya kewajiban untuk melakukan perubahan berbasis ruh dan gagasan menuju pada diri kita dan lingungan kita masing-masing.<br /><br />Menjadi warga negeri pembelajar berarti mengikatkan diri pada komitmen pada perbaikan terus-menerus (continuos improvement), baik dalam membangun komitmen diri untuk menggunakan semua sumberdaya yang dimililki secara produktif dalam usaha meningkatkan kualitas individu dan komunitas kita masing-masing. Warisan sumberdaya alam Banten yang melimpah tidak akan berkelanjutan, bilamana anak-anak negeri Banten (baca: sumberdaya manusia) tidak membangun kecerdasan dirinya secara emosional dan spiritual yang menentukan perjalanan masa depan Banten yang lebih bernilai, sebagai anak-anak Banten yang arif dan bijak, memiliki kompetensi, memiliki akses dan kapabilitas untuk melakukan perubahan, membangun integritas diri agar terhormat dan lain-lain, yang lebih menentukan keberhasilan hidup dan kemuliaan.<br /><br />Akhirnya, tidak ada yang instan dalam proses membangun negeri Banten ini, semuanya membutuhkan semangat (passion), persistensi, dan stamina kita semua untuk terlibat dalam proses panjang ini sebagai wujud dari ibadah sosial, Hamba Alloh yang akan mempertanggungjawabkan semuanya di Hari Kemudian, apapun peran dan profesi kita dalam kehidupan di negeri ini. Wallahu’lam.<br /><br />Bogor, 4 Juni 2007<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Disampaikan pada Diskusi Bulanan Harian Radar Banten, 9 Juni 2007.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Program Director MM in Business Management, BINUS Business School dan CEO Strategy®.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Goleman Daniel (1999). Working With Emotional Intelligence”. Bantam Books. NY.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> Argyris, Chris and Donald A. Schon (1978). Organizational Learning. Addison Wesley, London.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Baker, William E and James M. Sinkula (1999). The Synergistic Effect of Market Orientation and Learning Orientation on Organizational Performance. Greenvale, volume. 27, 17 pages.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Senge, Peter (2002). The Fifth Discipline Fieldbook. Oxford, OH.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> Marquant, M dan A. Reynolds (1994). The Global Learning Organization. Irwin Publishing. New York<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> Thomson Jr, Arthur, A and A.J. Strickland III (2004). Strategic Management: Concepts and Cases. McGraw Hill, Singapore.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> Lihat berbagai referensi yang banyak digunakan oleh berbagai ahli motivasi seperti Anthony Robbins, Tony Buzan, dan lain-lain. Di Indonesia, banyak digunakan oleh para pelatih motivasi seperti Tung Desem Waringin, Andre Wongso, Andreas Harefa, dan lain-lain.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-91685791218031958732007-06-11T10:37:00.001-07:002007-06-11T10:38:11.484-07:00Good Governance vs Performance<strong>Good Corporate Governance dan Kinerja Berkelanjutan</strong><br />Oleh : Ahmad Emye<br /><br />Akhir-akhir, isu tata kelola perusahaan (good corporate governance) kembali menjadi perbincangan hangat baik di kalangan praktisi manajemen publik maupun perusahaan, tidak terkecuali dikalangan pimpinan Pemerintahan. Setelah Presiden SBY menyatakan pelaksanaan good corporate governance (GCG) sebagai salah satu agenda penting pemerintahannya, Meneg BUMN, Sugiharto, juga menyatakan komitmen lembaganya untuk mendorong praktek GCG pada seluruh BUMN di negeri ini pada sebuah seminar tanggal 2 Maret 2006 lalu.<br /><br />Pertanyaannya kemudian adalah; apakah penerapan GCG tersebut hanya sebuah tren sesaat, sebuah management fad and fashion? Atau praktek GCG merupakan sebuah keniscayaan organisasi publik dan atau perusahaan? Adakah nilai dan manfaat bagi organisasi pelaksana dari penerapan GCG tersebut baik secara langsung mempengaruhi Key Performance Indicators (KVI) maupun turut menentukan sebuah keberlangsungan sebuah organisasi? Tulisan ini mencoba mengurai beberapa pertanyaan tersebut. <br /><br /><strong>Debat Soal Manfaat Good Corporate Governance</strong><br />Terminologi good governance (GG) yang sering diartikan sebagai “tata pengelolaan yang baik” lebih dahulu dikenal dalam praktek manajemen modern. Bila ditelusuri lebih dalam, istilah tersebut sudah cukup populer sejak tahun 1950-an, saat ilmu manajemen tumbuh sebagai ilmu pengetahun (science). Dulu, penerapan praktek manajemen korporat atau lebih dikenal dengan good management practices sesungguhnya sejalan dan merupakan istilah lain dari terminologi GG yang kini kian populer. Sejak Word Bank memformulasikan istilah GG lengkap dengan indikator pengukurannya pada pertengahan tahun 90-an, terminologi ini menjadi platform umum bagi dunia manajemen, baik bagi korporat maupun pemerintahan. Sejak itulah, terminologi GG diartikan sebagai “tata kelola kepemerintahan yang baik” dalam khazanah dan wacana ilmu pemerintahan dan organisasi publik.<br /><br />Di Indonesia dan negara-negara Asia Timur lainnya yang mengalami krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, isu mengenai GG telah menjadi bahasan penting dalam rangka mendukung pemulihan kegiatan dunia usaha dan pertumbuhan perekonomian setelah masa-masa krisis tersebut. Pada saat bersamaan, di tengah banyak dugaan mengapa perekonomian negara ini ambruk, terminologi ini juga muncul sebagai spirit para pengelola korporat dan organisasi publik untuk membangun kinerja organisasi pasca krisis ekonomi. Dalam perkembangannya, GG kemudian lebih dikenal sebagai Good Corporate Governance (GCG), baik untuk sektor usaha, organisasi publik dan birokrasi pemerintahan.<br /><br />Sebagian praktisi manajemen meyakini bahwa kinerja korporat adalah resultan dari praktek manajemen yang baik secara terus menerus. Dengan kata lain implementasi GCG adalah keniscayaan (compulsary), namun sebagian lain beranggapan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh proses inti (core process) atau bottom line dari kegiatan organisasi, yakni proses dimana arus pendapatan (revenue stream) atau pelayanan diperoleh setinggi-tingginya, sebaliknya arus pengeluaran ditekan (cost stream) serendah-rendahnya. Pendapat kedua semakin tidak populer, sejak organisasi Internasional Organization for Standardization (ISO) yang berkedudukan di Swiss pada 1986 secara resmi membuat ketentuan yang melegitimasi pencapaian good management practice yang berbasis pada sistem manajemen mutu yang kuat dan berkesinambungan. Sejak itulah organisasi tersebut mengeluarkan pedoman berbagai pengakuan yang berbentuk sertifikasi terhadap sistem manajemen mutu perusahaan melalui seri ISO 9000 (1986, 1994, 2000) dan berbagai seri ISO lainnya.<br /><br />Meskipun banyak praktisi manajemen mengakui praktek GCG akan menunjang kinerja korporasi, namun debat terhadap isu ini tidak pernah berhenti. Salah satu yang cukup mengemuka adalah soal keberhasilan kinerja korporat yang bukannya berbasis pada sistem yang kuat, melainkan lebih karena kekuatan proses inti seperti inovasi produk, efisiensi, dan diversifikasi. Kenyataan ini telah membuat pandangan pada sebagian praktisi manajemen bahwa praktek GCG sebenarnya adalah mitos. Bahkan mereka berpandangan bahwa praktek GCG telah mendorong korporat menjadi tidak lincah dan cenderung menciptakan inefisiensi. Dengan kata lain, dunia usaha cenderung menjadi lebih birokratis.<br /><br /><strong>Praktek Good Corporate Governance di Indonesia</strong><br />Sejak negeri ini terperosok dalam krisis ekonomi pada tahun 1997, seluruh aspek kehidupan dalam negeri ini sempat mengalami stagnasi. Parahnya, kenyataan tersebut tidak hanya dialami oleh pemerintah tapi juga organisasi bisnis. Banyak perusahaan misalnya yang harus mengetatkan segala bentuk pengeluarannya dalam menjalankan roda bisnisnya, sementara tak sedikit pula yang terpaksa harus merumahkan karyawan dan menghentikan operasinya. Mengapa hal ini terjadi? Tentu banyak hal yang bisa dijadikan alasannya. Namun yang jelas, tidak diterapkannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik menjadi salah satu alasan yang paling mengemuka saat itu. Sejak itulah, konsep GCG sebagai bagian dari langkah pembenahaan pengelolaan korporasi oleh banyak pihak mulai lebih dikenal dan diterapkan. <br /><br />Belajar dari pengalaman tersebut, saat ini lebih banyak pihak sepakat bahwa implementasi dari GCG merupakan satu hal yang tidak dapat dihindarkan lagi dan menjadi satu prasyarat penting bagi kelangsungan dunia usaha dan perekonomian. Tidak kurang dari lembaga-lembaga multilateral seperti World Bank, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), The Bassel Commite on Banking Supervision (dari The Bank for International Settlement/BIS yang bermarkas di Basel, Swiss), seluruhnya memberikan arahan pelaksanaan GCG. Lembaga-lembaga ini berpendapat kemajuan dalam penerapan GCG akan menolong negara-negara yang tertimpa krisis moneter untuk segera membangun kembali daya saing industri dan praktek pengelolaan negaranya, memperbaiki kepercayaan investor, serta mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal yang sama juga akan berlaku jika diterapkan dalam organisasi bisnis.<br /><br />Kenyataan ini semakin diperkuat dengan semakin banyaknya konsultan-konsultan bisnis terkenal di dunia yang terlibat dalam mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip GCG. Sebut saja apa yang telah dilakukan McKinsey & Company pada tahun 2000 yang telah melakukan riset mengenai pelaksanaan GCG yang melibatkan para investor di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat terhadap lima negara di Asia. Hasilnya, Indonesia dinyatakan sebagai peringkat terendah dalam pelaksanaan GCG. Belakangan, Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) juga pernah mengeluarkan indeks persepsi tentang tata kelola perusahaan dengan baik setiap tahun. Di Indonesia berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang penerapan GCG bermunculan dan disambut oleh berbagai pimpinan organisasi publik dan perusahaan. <br /><br />Jika ditelaah secara teoritis terdapat dua penyebab yang mendorong munculnya isu tentang GCG. Pertama, terjadinya perubahan lingkungan yang begitu cepat yang berdampak pada perubahan peta kompetisi pasar global. Bahkan dalam perjalanannya, kompetisi pasar global terus meningkat karena dipacu oleh kecanggihan teknologi dan deregulasi ekonomi. Akibatnya, fenomena ini berimplikasi terhadap eksistensi perusahaan melalui privatisasi dan restrukturisasi. Selain itu kompetisi pasar ini juga menyebabkan terjadinya turbulensi, stress, resiko tinggi dan ketidakpastian bagi perusahaan. Dalam kondisi seperti ini perusahaan kemudian dituntut untuk cepat tanggap dalam merespon ancaman dan peluang yang muncul serta harus tepat dalam merancang dan menggunakan strategi dan system pengendalian yang prima untuk mempertahankan kesinambungannya. Kedua, semakin banyak dan kompleksnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, termasuk rumitnya pola ownership structures, sehingga berimplikasi terhadap manajemen stakeholders. <br /><br />Untuk menghadapi lingkungan dan kompetisi pasar seperti ini, maka keharusan akan adanya penerapan GCG bagi perusahaan menjadi semakin kuat serta tidak bisa dielakkan lagi. Pelaksanaan GCG di dalam perusahaan diharapkan mampu menghindari adanya praktek tidak terpuji yang dilakukan direksi, maupun bersama-sama pihak lain yang punya hubungan atau kepentingan di dalam tubuh perusahaan. Perjuangan untuk melahirkan dan menempatkan profesional yang jujur, memiliki integritas, bertanggung jawab, memiliki semangat kerja keras dan inovatif, serta independen, merupakan bagian dari upaya untuk mendukung pelaksanaan GCG.<br /><br />Penerapan GCG dalam organisasi publik maupun perusahaan, penulis yakini akan menciptakan kinerja organisasi yang kuat dan berkelanjutan (sustainaible). Untuk itu, dalam merealisasikan GCG perlu ditopang oleh kekuatan sistem manajemen organisasi yang kuat dan sistemik. Hal ini akan terbangun apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholders) dalam rangka mencapai tujuan organisasi.<br /><br />Perancangan perangkat organisasi dan sistem seperti: struktur, kebijakan, peraturan, pengawas, imbalan, dan sebagainya tidak akan berarti apabila tidak tersedianya oleh sistem pengendalian yang jelas. Untuk mengetahui apakah keseimbangan kepentingan telah tercipta maka sistem manajemen hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk mencapai apa yang diinginkan bersama.<br /><br />Disamping itu, upaya menjalankan GCG secara maksimal, perlu didukung oleh sejumlah langkah, diantaranya; Pertama, Kekuatan visi pemimpin organisasi dan kepastian arah dan tujuan yang akan dicapai. Kedua, kepemimpinan manajerial yang kuat dan mampu mentransfer visi yang dimiliki kedalam praktek manajemen sehari-hari. Ketiga, tersedianya perangkat peraturan dan ketentuan yang harus berjalan paralel dengan kebutuhan pengelolaan usaha yang baik. Keempat, fungsi pengawasan dan penegakkan aturan yang berjalan. Kelima, terjalinnya hubungan profesional antara akuntan publik, konsultan hukum, dan professional lainnya. Keenam, adanya kemampuan dan pengetahuan eksekutif puncak dan para pengawas perusahaan (komisaris bila di perusahaan). Dengan dukungan semua pihak, penerapan prinsip GCG dalam perusahaan akan lebih menjamin kinerja organisasi secara kuat dan berkelanjutan.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-88503627514309257082007-06-11T10:31:00.000-07:002007-06-11T10:34:34.964-07:00Kontroversi Pemasaran Pupuk WSFKONTROVERSI PEMASARAN PUPUK WSF ?<br />Oleh: Ahmad Emye<br /><br />“Keberhasilan untuk menciptakan kontroversi adalah kunci keberhasilan para pemasar”,<br /><br />Demikian pernyataan kolega penulis yang merupakan salah seorang pendukung teknologi pupuk water stimulating feed (WSF), Prof. Roy Sembel, pada sebuah milis alumni IPB. Beberapa bulan lalu, pupuk WSF telah menjadi “geger” nasional di kalangan petani. Temuan teknologi pupuk WSF ini telah menyulut kontroversi sejak Presiden SBY menerima penemu teknologi ini (Ir. Umar Saputra) yang didampingi para pendukungnya (diantaranya Prof. Roy Sembel dan Ir. Ciputra) pada tanggal 03/09/2006 dan 06/09/2006 di Cikeas dan Istana, bahkan ketiganya telah mempresentasikan temuannya dihadapan Rapat Kabinet lengkap dan 33 gubernur seluruh Indonesia tanggal 07/09/2006. Kepala Negara juga menyatakan bahwa penemu teknologi WSF layak menerima hadiah nobel mewakili negeri ini. Kontroversi ini telah dibahas secara proporsional oleh ahli tanah IPB, Prof. Iswandi Anas, pada harian ini (Kompas, 9/9/2006).<br /><br />Nampaknya kontroversi yang diharapkan oleh para pendukung teknologi ini tercapai, pemberitaan tentang teknologi ini telah menyita pemberitaan berbagai media nasional. Teknologi ini dinilai Kepala Negara sebagai “jalan pintas” upaya peningkatan produktifitas lahan pertanian untuk menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2008. Terobosan sejenis pupuk WSF ini telah lama ditunggu-tunggu, yang ironisnya bukan ditemukan oleh Deptan dan puluhan lembaga-lembaga penelitian yang selama ini dibiayai negara terus-menerus. Tidak mengherankan, dalam hitungan hari, Kepala Negara memfasilitasi presentasi temuan ini dihadapan anggota kabinet lengkap dan puluhan gubernur, sebuah dukungan politik yang amat luar biasa, mengingat jadwal dan kesibukan Kepala Negara yang padat menjelang keberangkatannya ke luar negeri pada tanggal 09/09/2006.<br /><br />Sebagai pendukung awal teknologi ini, Prof. Roy Sembel tentunya tidak sembarangan saat memutuskan diri menjadi expert advisor, ia telah menguji produk ini pada pohon-pohon miliknya di Lembang, bahkan berani mengkonsumsi langsung salah satu turunan produk ini yang versi keseimbangan postur, ia teruji berhasil menurunkan bobot tubuhnya sampai 4 kg dalam kurun waktu 3 minggu. Ini tentunya merupakan kabar baik bagi para penderita obesitas, sebuah eksperimen yang luar biasa diterapkan pada diri sang pendukung sendiri. Belakangan, melalui surat terbuka yang disebarkan sejumlah milis, Prof. Dr. Roy Sembel menyatakan bahwa sejak tanggal 08/09/2006 ia telah mengakhiri tugasnya sebagai expert advisor dari Saputra Group, produsen pupuk WSF ini. Menurutnya, bola teknologi WSF saat ini telah berada pada orang-orang yang kompeten, Ir. Ciputra, dan Kepala Negara, yang memiliki otoritas untuk menguji dan menyebarluaskan produk ini.<br /><br />Prof. Iswandi Anas, pada tulisannya di Harian Kompas (09/09/2006) telah mengingatkan agar teknologi WSF ini diuji dengan metode yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun, pengujian yang ilmiah juga telah diminta Ir. Ciputra kepada IPB setelah pertemuan dengan Kepala Negara tersebut, yang selain bertujuan untuk menguji dan memastikan “kedahsyatan” produk ini, juga untuk melindungi petani dari produk yang boleh jadi potensial merugikannya; sebuah permintaan yang wajar dan terpuji. Prof. Iswandi menyarankan agar produsen, masyarakat dan semua pihak bershabar untuk komersialisasi produk ini sampai pengujian lembaga independen (IRRI, IPB, UNIBRAW, dll) selesai, demi melindungi kepentingan semua pihak. <br /><br />Tulisan ini tidak bermaksud melibatkan diri pada kontroversi yang berkepanjangan, namun akan melihat sisi pemasaran produk teknologi WSF ini yang penulis nilai amat fenomenal. Uraian berikut terdiri atas dua skenario yang mengacu pada asumsi yang berbeda, yang bersumber dari pertanyaan; apakah nutrisi WSF ini merupakan produk nutrisi yang tunduk pada hukum pasar ataukah sebagai produk “pupuk” yang masuk kategori sarana produksi pertanian (saprotan) yang “wajib” melibatkan negara sebagai penangungjawab, pelindung dan pendorong penggunaan teknologi ini?<br /><br /><strong>Pupuk WSF Sebagai Sarana Produksi Pertanian</strong><br />Bila pupuk WSF ini masuk dalam kategori pupuk sebagaimana dikenal dalam kosa kata pembangunan pertanian, maka WSF akan mengikuti kaidah sebagai salah satu unsur sarana produksi pertanian (saprotan) yang kehadirannya wajib dilindungi dan didorong pemerintah. Bila asumsi ini yang digunakan, maka penulis setuju dengan saran Prof. Iswandi Anas, bahwa selayaknya produsen, masyarakat dan semua pihak yang terlibat dalam pengadaan dan distribusi pupuk WSF untuk bershabar, sambil menunggu proses pengujian terbuka lembaga independen seperti IRRI, IPB, atau UNBRAW dan lain-lain. Bila teruji baik, pemerintah dapat meneruskan sejenis program Bimas pada masa lalu yang mendorong penggunaan pupuk, terutama pupuk-pupuk organik secara massal untuk peningkatan produktifitas pertanian nasional, baik yang berasal dari WSF, Agrobost, Katri dan merek-merek lainnya.<br /><br />Sepengetahuan penulis, kecuali pupuk WSF, pupuk-pupuk organik yang berkembang di pasaran saat ini digunakan untuk mengurangi pupuk urea (bukan menghilangkan penggunaannya) secara signifikan untuk meningkatkan produktifitas lahan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan bahkan pupuk organik banyak digunakan untuk perikanan. Tidak heran, produk-produk pupuk organik cair tidak dianggap sebagai pesaing oleh para pelaku industri pupuk urea seperti PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, PT. PIM dan lain-lain. Sepengetahuan penulis, pupuk WSF ini dikenal sekitar dua tahun lalu untuk meningkatkan produktifitas lahan pertambakan udang di Karawang, yang tentu saja hasil pengujiannya dapat dipublikasikan kepada masyarakat.<br /><br />Sebagai salah satu komponen saprotan dalam usaha pertanian, bila kemudian telah teruji secara massal, pupuk WSF ini juga selayaknya mendapat izin dari departemen pertanian (c.q. Ditjen Tanaman Pangan), sebagai produk pupuk yang dapat disebarluaskan pada masyarakat sehingga upaya peningkatan pembangunan pertanian dapat dilakukan tanpa harus mempertaruhkan nasib para petani, yang potensial menjadi korban dari kebijakan yang dikeluarkan tergesa-gesa. Dengan demikian, “nutrisi” teknologi WSF ini dapat dikategorikan sebagai pupuk unggulan yang dapat menjadi kebutuhan saprotan usaha pertanian.<br /><br /><strong>Pupuk WSF Sebagai Produk Komersial<br /></strong>Salah satu “kitab suci” yang paling banyak digunakan para pemasar tentang batasan pemasaran adalah pernyataan pendek Kotler dan Keller (2006) yang menyatakan pemasaran sebagai “meeting needs profitably”. Sebuah upaya perusahaan untuk memanfaatkan kebutuhan (needs) individual dan sosial sebagai kegiatan yang menguntungkannya. Dalam batasan yang lebih lengkap, American Marketing Association (AMA) menyatakan pemasaran sebagai “organizational function and set of processes for creating, communicating, and delivering value to customers and for managing customer relationships in ways that benefit the organization and its stakeholders”. Menciptakan nilai (yang merupakan fungsi dari manfaat dibagi oleh keseluruhan biaya yang dikeluarkan) bagi pelanggan yang dibidiknya dan mengelola hubungan relasional dengan mereka adalah dua tugas utama para pemasar.<br /><br />Peter Drucker bahkan menyatakan bahwa penjualan (sales) hanyalah salah satu peran kecil para pemasar, karena yang terpenting adalah memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan pasar atau pelanggan untuk selanjutnya harus dipenuhi perusahaan. Selain definisi manajerial diatas, para pemasar juga mengenal definisi yang menunjukkan peran pemasaran didalam masyarakat yang menekankan upaya “mengantarkan standar hidup yang lebih baik”. Secara lugas, Kotler dan Keller (2006) menyatakan definisi pemasaran sosial sebagai “societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others” <br /><br />Pada konteks pemasaran pupuk, definisi tersebut menjelaskan bahwa kegiatan pemasaran pupuk tidak semata-mata kegiatan penjualan yang merupakan salah satu saja dari kegiatan dalam rangkaian pemasaran. Pemasaran pupuk sejatinya meliputi rangkaian proses yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan petani dan keinginan mereka untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui proses penciptaan produk yang memiliki sekumpulan (bundle) manfaat dengan resiko pengorbanan mereka sebagai pengguna. Ada resiko besaran uang karena mereka harus membeli produk tersebut, ada juga resiko mereka harus menghadapi hasil yang sebaliknya bila produk pupuk WSF gagal memacu peningkatan yang diharapkan, dan resiko-resiko lainnya yang dihadapi petani.<br /><br />Secara etis, adalah kewajiban produsen pupuk WSF untuk mengurangi resiko ini, sehingga pada ujungnya petani akan mendapat nilai yang terbaik (superior customer value). Dalam upaya memenuhi kebutuhan petani tersebut, peneliti pupuk WSF ini telah menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun untuk melakukan penelitian, sebuah dedikasi yang luar biasa. Bila ternyata manfaat pupuk ini teruji, dan sebaliknya resiko semakin kecil, maka nilai bagi petani akan meningkat. Pada gilirannya, proses pemasaran produk ini akan mensejahterakan petani, sekaligus menguntungkan perusahaan penghasil WSF. Pada ujungnya, diharapkan pemasaran akan mengantarkan masyarakat pada standar hidup lebih baik bagi petani. Namun bila hasilnya sebaliknya, padahal produk ini digunakan karena mendapat endorser Kepala Negara dan para gubernur seluruh Indonesia, maka petani akan menjadi korban yang dirugikan. Pada asumsi ini, petani bisa menggunakan yayasan lembaga konsumen Indonesia (YLKI) untuk mengadukan nasibnya, atau melalui asosiasi-asosiasi seperti HKTI, INKUD, Dekopin dan lain-lain. <br /><br />Dalam perspektif strategi komunikasi pemasaran, peran endorser Kepala Negara sangat signifikan karena mempengaruhi kekuasaan (power) untuk melakukan mobilisasi dukungan terhadap penggunaan produk pupuk WSF ini. Sepengetahuan penulis, ini merupakan fenomena pemasaran produk komersial yang belum pernah terjadi di negara manapun di dunia. Apakah hal ini etis dilakukan Kepala Negara atau tidak, menurut hemat penulis berpulang kepada para pelaku industri pupuk di negeri ini. Dalam konteks persaingan usaha, bila niat baik Kepala Negara tidak hati-hati dijaga oleh produsen pupuk WSF, maka dapat potensial mengundang perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atau pihak-pihak yang menentang praktek monopoli bisnis di negeri ini. <br /><br />Dengan pertimbangan ini, maka peran merek lain seperti pupuk organik Agrobost (Kompas, 11/09/2006), Katri dan merek-merek lain sebaiknya juga mendapat kesempatan yang sama untuk dikenal masyarakat. Para produsen merek semua pupuk tersebut dituntut untuk melakukan strategi pemasaran yang pas, terutama komunikasi pemasaran terhadap masyarakat, untuk “bersaing” sehat dengan WSF dalam arena pasar yang amat terbuka dan luas. Peran pemerintah, melalui departemen teknis dapat menjadi “wasit” yang adil dan pihak yang dapat memfasilitasi persaingan yang sehat. Peran pemerintah juga, melalui aparat penegak hukum, dapat memaksa para produsen untuk menarik produknya yang berada di pasar bila telah teruji produknya memiliki potensi merugikan masyarakat. <br /><br />Pada konteks ini, tanggungjawab sepenuhnya terhadap keberadaan produk pupuk organik di pasar ada pada produsen. Produsen WSF, Agrobost dan Katri harus siap untuk dituntut para konsumennya bila terjadi unsur yang dapat merugikan petani, dianggap melakukan kebohongan publik, atau ditinggal pelanggannya bila hasilnya tidak signifikan. Contoh tanggungjawab produsen terhadap pelanggannya dapat ditemukan pada berbagai kasus pemasaran produk lainnya di negeri ini, seperti penarikan produk-produk makanan yang diduga mengundang unsur tidak halal dan penarikan salah satu merek obat nyamuk bakar dari pasaran. Kasus-kasus seperti itu banyak terjadi di negara-negara maju, seperti penarikan ulang (recall) obat sakit kepala di AS, penarikan laptop di beberapa negara Asia, penarikan salah satu merk mobil dari pasaran dan sejenisnya, dan menggantinya dengan produk yang lebih terjamin atau pengembalian dana pembelian beserta tambahan kewajiban lainnya kepada konsumen yang telah terlanjur dirugikan.<br /><br /><strong>Reputasi Endorser Pemasaran<br /></strong>Akhirnya, semua berpulang kepada asumsi apa yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi “geger” nasional ini? Niat baik Kepala Negara juga selayaknya difasilitasi oleh para pembantu-pembantunya agar mendapatkan mediumnya yang pas. Menteri Pertanian wajib berperan aktif dalam soal ini. Bila produk WSF ini diasumsikan sebagai produk pemasaran komersial biasa -- sebagai sebuah nutrisi makanan -- bukan pupuk yang penyebarluasannya harus diproteksi negara, berarti Kepala Negara telah menjadi endorser yang berhasil pada pemasaran komersial produk ini. Meskipun kurang etis dalam kacamata persaingan bisnis, hal ini dapat dipandang sebagai fenomena bisnis yang sah-sah saja, kecuali ada pihak yang merasa dirugikan karena tidak mendapatkan kesempatan yang sama.<br /><br />Namun bila produk ini diasumsikan sebagai produk pupuk yang wajib mendapat legitimasi dari instansi yang berwenang, maka tentunya semua pihak hendaknya bershabar menunggu hasil pengujian sejumlah lembaga independen yang saat ini sedang dilakukan. Lebih baik menunggu 3-4 bulan yang memberikan jalan dan fondasi yang kuat, ketimbang berlari cepat namun berisiko besar, mempertaruhkan kepentingan semua pihak, terutama Kepala Negara.<br /><br />Sebagai sebuah kejadian pemasaran yang fenomenal, Pupuk WSF ini mempertaruhkan kredibilitas atau reputasi banyak pihak, terutama Kepala Negara dan semua pihak yang sudah terlanjur mempercepat langkah komersialisasi pupuk ini di daerah-daerah. Gubernur Jawa Timur telah mengumpulkan semua dinas-dinas pertanian di wilayahnya pada tanggal 21/09/2006 untuk mengadopsi penggunaan pupuk WSF ini secara massal. Charles J. Fombrun (1996) dalam bukunya yang berjudul Reputation: Realizing Value from the Corporate Image, menanyakan mengapa orang begitu cepat memilih produk, penyedia barang atau jasa yang direkomendasikan oleh anggota keluarga, teman, atau seseorang yang dipercaya ? Jawabannya jelas karena “you bought them based on their reputation”. Dalam kasus pupuk WSF ini, tentunya para petani percaya Kepala Negara, Ciputra, Prof. Roy Sembel, para Gubernur, Kepala Dinas Pertanian, dan para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Bila demikian, mari kita tunggu hasil pengujian, bila pupuk WSF ini dianggap sebagai produk pupuk bagi petani, bukan produk komersial belaka.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-51331332671787840762007-06-11T10:27:00.001-07:002007-06-11T10:28:02.860-07:00Cara Baru Memandang Pasar dan Pelanggan<strong>CARA PANDANG BARU CEO TERHADAP PASAR DAN PELANGGAN<br /></strong>Oleh : Ahmad Emye<br /><br />Lebih dari satu dekade yang lalu Gary Hamel dan C.K. Prahalad mempublikasikan pemikirannya yang brilian tentang perlunya memperkuat kompetensi inti (core competence) yang diperlukan bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan daya saingnya. By definition, kompetensi ini adalah, kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai (value) bagi pasar dan pelanggannya yang bersumber dari kapabilitas unik (distinctive capabilities) yang dimiliki dan terus dikembangkan perusahaan. Argumentasi Hamel dan Prahalad (1994) ini mengawali arus besar kesadaran para pimpinan puncak perusahaan dan industri di dunia untuk melakukan revitalisasi bisnis, setelah era perkembangan dan ekspansi usaha yang dimungkinkan oleh konsep diversifikasi bisnis vertikal dan horizontal menjadi trend pada tahun 80an. Saat itu, para pimpinan puncak bertanya tentang esensi dari bisnis masing-masing -- apakah perusahan mampu menciptakan value yang berkelanjutan bagi pasar dan pelanggannya? Yang sekaligus dapat menjamin return yang bernilai bagi perusahaan?<br /><br />Jawaban atas pertanyaan tersebut agak panjang, mengingat setiap industri yang dimasuki masing-masing Strategic Business Unit (SBU) memiliki perilaku pelanggan yang berbeda, pesaing yang berbeda, lingkungan bisnis yang berbeda dan rule of the game yang berbeda. Dalam bahasa sekolahan bisnis, setiap industri memiliki logic of business dan key success factors sendiri-sendiri. Sebagai akibat dari diversifikasi usaha tersebut, banyak kelompok-kelompok perusahaan yang lamban menghadapi perubahan lingkungan, terlebih lagi menghadapi krisis yang berkepanjangan. Sejak saat itu, para pemimpin puncak lebih menyadari pentingnya inovasi dan pembelajaran terus-menerus sebagai kunci daya saing perusahaan, terlebih lagi pada era teknologi informasi, dimana sekat-sekat ideologi, industri, pasar semakin tak berbatas (borderless) seperti dipaparkan oleh Kenichi Ohmae dalam The End of the Nation State (1995). Namun, Hamel dan Prahalad (1993) tidak menjelaskan pasar dan industri apa yang selayaknya dibangun pada karyanya, keduanya lebih banyak memprovokasi para pemimpin bisnis untuk membaca dengan cerdas kecenderungan-kecenderungan masa depan tentang, pasar, pesaing, produk masa depan yang boleh jadi berbeda dengan apa yang dilakukan perusahaan saat ini. Keduanya tidak menjelaskan tentang apakah pasar dan industri yang dihuni para inkumben atau pasar dan industri baru yang harus diciptakan yang lebih bernilai bagi perusahaan? Dalam konteks ini, Kim dan Mauborgne (2005) memberikan nilai lebih dan sekaligus membekali para CEO dengan tools yang praktis untuk menjalankan prinsip-prinsip strategi lautan biru (blue-ocean strategy).<br /><br />Adakah yang berubah saat ini setelah kesadaran itu muncul? nampaknya tidak, justru semakin memperkuat keyakinan para pimpinan puncak terhadap perlunya inovasi dan kepemimpinan kuat untuk menjalankan revitalisasi bisnis. Para CEO seluruh dunia semakin menyadari makna inovasi yang terus menerus yang menjamin daya saing perusahaan (lihat juga Nonaka dan Takeuchi dalam Hitosubashi on Strategy, 2004) dan perlunya kepemimpinan yang kuat untuk menggerakan perubahan, tipe kepemimpinan yang lebih berorientasi pada substansi ketimbang berorientasi pada glorious dan publisitas (lihat juga Jim Collins dalam Good to Great, 2002). Semakin disadari bahwa pembelajaran terus-menerus yang dilakukan perusahaan terhadap pelanggan, pasar, pelaku pasar pada industri lain, pesaing dan lain-lain adalah sumber atau prasyarat terjadinya inovasi terus-menerus. <br /><br />Terlebih lagi pada situasi bisnis di Indonesia, setelah banyak perusahaan berguguran selama krisis, para pimpinan puncak perusahaan negeri ini harus melakukan revitalisasi bisnis. Data yang dilansir oleh Thomas Wibisono dari PDBI menunjukkan, tercatat 2,622 perusahaan dilikuidasi selama krisis, tidak termasuk 240 perusahaan merger selama krisis yang juga mengalami nasib yang sama (Bisnis Indonesia, 21/01/2005). Buku Kim dan Mauborgne (2005) ini mengajak para CEO untuk memikirkan kembali pilihan dan cara mengendalikan bisnisnya, pertumbuhan laba usaha yang dinikmati saat ini tidak menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan bila perusahaan alpa melakukan perubahan dan inovasi yang bernilai bagi pasar dan pelanggan. Para CEO perusahaan-perusahaan di Indonesia akan dikenang sebagai pembuat perubahan (change makers) atau sebaliknya, menjadi para pemimpin bisnis biasa-biasa saja yang meredup seiring dengan tenggelamnya perusahaan yang tidak bergerak ditengah para pebisnis lain yang bersukacita melakukan revitalisasi bisnisnya. Memang, perubahan harus dimulai dari para CEO.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-24175941742281743062007-06-11T10:24:00.000-07:002007-06-11T10:25:29.437-07:00Blue Ocean Strategy<em>BLUE OCEAN STRATEGY</em>:<br />PARADIGMA BARU STRATEGI BISNIS<br />Oleh : Ahmad Emye<br />(Tulisan ini dimuat di Majalah CEO, Agustus 2005)<br /><br /><br />Cara pandang kita selama ini tentang strategi memenangkan persaingan banyak dipengaruhi oleh pandangan berbasis kompetisi (competition-based view) yang berakar dari pemikiran structure-conduct-performance, dimana sepanjang pebisnis bisa memilih industri yang masih atraktif, maka pebisnis tinggal memilih strategi berbiaya rendah (low cost producer), diferensiasi (differentiation), atau fokus (focus). Untuk menganalisis industri apakah masih menarik atau tidak, alat analisis yang banyak digunakan umumnya metode five-forces yang terdiri atas analisis posisi tawar pembeli, posisi tawar pemasok, ancaman pendatang baru, ancaman produk pengganti, dan situasi persaingan antar pemain, atau metode competitive profile matrix (CPM) yang memetakan situasi kompetisi pada sebuah industri yang dihuni para pesaing yang teridentifiaksi oleh pebisnis, selain banyak metode lainnya seperti 7S McKinsey, Matriks BCG dan lain-lain. Dalam catatan peresensi, teknik penentuan strategi bisnis five-forces sampai akhir tahun 90an paling banyak dipelajari di sekolah-sekolah bisnis yang mengadopsi pemikiran Profesor dari Harvard Business School, Profesor Michael E. Porter, yang mempublikasikan bukunya yang fenomenal, Competitive Strategy (1980). Sebelum pemikiran Porter tersebut, para pebisnis gandrung melakukan analisis SWOT yang diperkenalkan oleh Kenneth Andrew pada awal tahun 70an. Dalam pemikiran competition-based view ini, amatlah tidak mungkin menciptakan pertumbuhan laba dari industri yang tidak menarik (attractive). Para konsultan manajemen yang menggunakan tools matriks Boston Consulting Group (BCG), biasanya merekomendasikan strategi divestasi terhadap strategic business unit (SBU) yang berada pada industri yang sedang mengalami perlambatan atau melakukan inovasi produk bila posisi arus kas masih memungkinkan untuk melakukan rebounding.<br /><br />Namun pemikiran berbasis competition-based view diatas memperoleh kritik tajam dan konstruktif dari dua orang pakar manajemen dari INSEAD, sekolah bisnis yang berbasis di Fontaineblue, Perancis, W. Chan Kim dan Renee Mauborgne yang baru-baru ini meluncurkan karyanya Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevent. Setelah melalui riset 15 tahun terhadap 30 industri yang melakukan perpindahan strategi (strategic moves) selama kurun waktu tahun 1880-2000, kedua pakar tersebut mengajukan argumentasi bahwa berkompetisi dalam sebuah pasar pada suatu industri bukanlah satu-satunya cara perusahaan untuk membangun keunggulan daya saing perusahaan, namun keunggulan tersebut dapat terbangun melalui kemampuan perusahaan merekonstruksi pasar dan industri yang ada menjadi pasar dan industri baru yang memiliki rule of game baru. Berkompetisi pada sebuah industri dengan cara memperebutkan pasar yang sudah ada dengan cara saling “membunuh” antar pemain (zero-sum-game) adalah paradigma bisnis lama yang tidak menjamin keberlanjutan bisnis. Keduanya menunjukkan fakta bahwa perusahaan-perusahaan yang diakui unggul dalam In Search Excellence karya Thomas J. Peters dan Robert Waterman (1980) banyak yang berguguran, demikian halnya perusahaan-perusahaan yang dikategorikan visionary companies dalam Built to Last, hasil penelitian Jim Collins dan Jerry Porras (1993) banyak yang berhenti tumbuh pada industri yang masih atraktif.<br /><br />Prof. Kim dan Prof. Mauborgne yang 20 tahun lalu berstatus murid dan guru tersebut, kini keduanya kolega di INSEAD, membuat analogi menarik -- strategi yang mengandalkan persaingan pada industri yang sama dengan logika bisnis lama -- disebut dengan strategi samudera merah (red-ocean strategy). Pada paradigma persaingan ini, pasar diperebutkan dengan ketat, dimana arena persaingan dibatasi oleh industri, baik industri yang sedang tumbuh, stabil atau menurun. Perang inovasi dan diferensiasi produk, merek, harga, promosi, efisiensi, downsizing, restrukturisasi dan perang bisnis lainnya dalam lapangan pembantaian (killing field) berlangsung terus-menerus untuk menghasilkan pemenang diatas kekalahan para pesaingya. Mereka yang kalah, lantas melakukan sejumlah langkah-langkah strategis yang dibutuhkan untuk berupaya mengambil alih pasar yang sama, demikian seterusnya.<br /><br />Setelah mempelajari perpindahan strategi (strategic moves) terhadap 30 industri, termasuk pada industri otomotif, komputer dan bioskop, Prof. Kim dan Prof. Mauborge menyimpulkan bahwa perusahan-perusahaan yang berdaya saing adalah mereka yang mampu menciptakan (creating) lingkungan pasar dan industri baru. Keduanya membuktikan bahwa membuat rule of game baru dalam sebuah industri yang sudah mapan, baik bagi industri yang masih menarik atau tidak (berbeda dengan red-ocean strategy), diantaranya dengan cara menciptakan pasar yang terdiri atas kelompok pelanggan baru, menciptakan produk-produk yang diminati pelanggan-pelanggan baru tersebut, menciptakan struktur biaya industri yang baru, dan rekonstruksi industri diluar dari kebiasaan-kebiasaan lama pada sebuah industri, yang selanjutnya akan menciptakan daya saing baru yang meninggalkan para inkumben, yakni para pesaing lama yang boleh jadi amat berkuasa pada paradigma pasar lama. Dalam bahasa lain, langkah-langkah para pelaku strategic moves ini telah membuat persaingan menjadi tidak relevan!. Inilah yang disebut kedua pakar tersebut sebagai strategi samudera biru (blue ocean strategy). Sepanjang catatan peresensi, analisis pada strategic moves sebagai unit analysis merupakan analisis baru, umumnya periset menggunakan perusahaan (firms) sebagai unit analysis.<br /><br />Kemampuan menciptakan ruang pasar yang tidak diperebutkan dan membuat kompetisi yang diperebutkan para inkumben menjadi tidak relevan adalah kunci daya saing perusahan-perusahaan yang menggunakan paradigma blue ocean strategy. Strategi ini akan ‘”menggeser” dan “memperluas” pasar bagi pelanggan potensial, sehingga nilai (value) tercipta berbeda pada pasar yang telah bergeser dari pasar sebelumnya yang diperebutkan para inkumben. Contoh perusahaan yang sering disebut dalam buku yang telah menjadi international best seller ini, perusahaan penyedia hiburan -- Cirque du Soleil -- adalah contoh sempurna dari penerapan paradigma blue ocean strategy. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1984 ini telah menampilkan produk pertunjukan yang ditonton oleh lebih 40 juta di lebih dari 90 kota di seluruh dunia. Selama kurang dari dua puluh tahun Cirque du Soleil telah mencapai pendapatan setara dengan para inkumben yang sudah eksis lebih lama, Ringling Bros dan Barnum & Baily. Kedua nama terakhir adalah pemimpin pasar (market leader) dalam industri sirkus dunia. Cirque du Soleil justru tumbuh pada sebuah industri yang sedang menurun, yang menurut Porter (1980) tidak menarik (unattractive) lagi. Saat para penyedia sirkus terjebak pada kompetisi yang ketat, dimana sirkus hanya dinikmati oleh para penonton anak-anak, dengan atribut-atribut pertunjukan yang konvensional seperti badut, binatang dan akrobat pemain, Cirque du Soleil membawa terobosan baru dalam industri pertunjukan tersebut. Mereka menampilkan pertunjukan yang berbeda dengan berbagai modifikasi tempat yang lebih artistik, disain acara yang kreatif dengan lelucon badut yang lebih cerdas (bukan slapstick), memasukan unsur yang selama ini tidak dianggap bukan unsur sirkus, seperti cerita, musik berkelas, tarian tarian modern dan berbagai kegiatan yang bersifat live, sehingga menarik minat pelanggan-pelanggan baru yang sudah jenuh dengan pertunjukkan sirkus yang konvensional. Terhadap penawaran yang kreatif dan cerdas ini, pelanggan di berbagai belahan dunia berduyun-duyun menantikan setiap pertunjukan yang bisa berbeda-beda pada setiap event mereka. <br /><br />Paradigma blue ocean strategy telah mengantarkan berbagai perubahan yang radikal pada berbagai industri. Kedua pengarang mereview perjalanan rekonstruksi industri pada industri otomotif (kasus model T Ford, variasi warna mobil dari General Motor, revolusi kendaraan kecil dan irit Jepang, Minivan dari Crysler), industri komputer (mesin penghitung, komputer elektronik main frame, personal computer, PC server, penjualan langsung Dell), industri layar lebar (multiplex, megaplex) dan lain-lain. Peresensi menyarankan agar para pembaca tidak melewatkan bagian Appendix B pada buku ini, dimana kedua penulis menyajikan pembahasan khusus tentang aliran pemikiran (school of thought) utama pada disiplin ilmu manajemen strategis, yakni pemikiran industrial organization (IO) yang berbasis pada pemikiran a structure-conduct-performance yang menjadi rujukan para structuralist seperti Bain, Porter, Pierce & Robinson, Robert Grant, dan lain-lain. Sedangkan perspektif lain adalah pemikiran rekonstruktif yang berbasis pada reconstructionist seperti Schumpeter, Edith Penrose, Jay Barney, Wernerfelt, Nonaka & Takeuchi dan lain-lain, dimana pengetahuan, inovasi dan faktor endogenous lainnya menjadi pengendali utama daya saing perusahaan. Catatan peresensi, isu-isu kontemporer knowledge management, dynamic capabilities, core competence, strategic intent, learning organization dan sejenisnya muncul dari para penganut paradigma rekonstruksi ini, seperti Crys Argyris (Learning Orientation), Gary Hamel, C.K. Prahalad (Core Competence), Peter Senge (Learning Organization), Nonaka dan Takeuchi (Knowledge Management), James Moore (The Death of Competition), Dan Tapscott (the Blue Print of Digital Economy), Ari De Geus (the Living Company) dan lain-lain. <br /><br />Selain kasus-kasus pada industri yang telah berdiri lama, kedua penulis juga menampilkan studi terhadap 108 perusahaan yang melakukan business launch dengan paradigma blue ocean dan red ocean strategy. Sebanyak 86% dari jumlah perusahaan diatas melakukan business launch dengan menggunaan paradigma red ocean strategy menghasilkan 62% pendapatan dengan dampak keuntungan sebesar 39%, sebaliknya dari 14% dari jumlah perusahaan diatas melakukan business launch menggunakan paradigma blue ocean strategy menghasilkan 38% pendapatan dengan laba bersih sebesar 61%. Dengan kata lain, paradigma blue ocean strategy sebenarnya lebih menjamin efektifitas bisnis dari sisi bottom line bisnis, laba bersih.<br /><br />Menurut kedua penulis, kunci dari strategi ini adalah value innovation yang merupakan logika stratejik yang berbeda dengan logika para inkumben. Konsepsi ini memberikan peluang lompatan nilai yang dinikmati pelanggan dan selanjutnya menghasilkan nilai yang lebih tinggi bagi perusahaan, karena mengkombinasikan proses yang yang berbiaya lebih rendah dengan nilai (value) yang lebih tinggi. Hal itu dimungkinkan dengan cara mengawinkan inovasi dengan kegunaan (utility), harga dan posisi biaya pada industri dan batas-batas pasar yang tidak given. Dengan kata lain, lintas pasar dan lintas industri dapat terjadi karena strategic moves yang dilakukan perusahaan membuat batas-batas tersebut menjadi tidak relevan lagi. Pada kasus Cirque du Soleil misalnya, para peminat opera, musik dan tarian berkelas, live show entertainment antri panjang untuk menyaksikan pertunjukan Cirque du Soleil di seluruh dunia. Dengan prinsip ini, maka pemikiran dikotomi (trade-off) antara value vs cost tidak akan terjadi, tidak seperti halnya yang dinyatakan pada paradigma samudera merah yang berbasis pemikiran Porterian.<br /><br />Pada buku ini, ada enam prinsip strategi lautan biru yang terbagi dalam dua tahap proses yang berkelanjutan dan selayaknya dilakukan secara konsisten, yakni proses formulasi dan pelaksanaan strategi. Proses formulasi terdiri atas empat tahap yakni: (i) lakukan rekonstruksi batas pasar, upaya ini akan mendorong perusahaan untuk keluar dari batas-batas industri dimana perusahaan berada selama ini, karena kondisi pasar bukanlah bersifat given, (ii) fokuskan pada konsep besar bisnis, kaitkan keberadaan perusahaan dengan bottom line bisnis dan tidak terjebak pada angka-angka teknis dan kegiatan operasional selama ini. Dengan pemikiran ini, cara pandang bisnis akan berkembang tanpa terhambat oleh teknis operasional yang selama ini dikuasai dan dijalankan bertahun-tahun oleh perusahaan, (iii) jangkau permintaan pelanggan potensial, diluar para pelanggan saat ini. Lakukan kajian dan kembangkan peluang permintaan dari bukan para pelanggan tradisional selama ini, dan (iv) Dapatkan tahapan strategis yang harus di-deliver perusahaan, dengan upaya memadukan penawaran manfaat (benefits) yang dapat diberikan kepada para pelanggan potensial tersebut, dengan cara melakukan inovasi nilai (value inovation) dengan fokus pada manfaat bagi pelanggan potensial, harga yang pantas, biaya yang masuk akal, dan adopsi inovasi yang berkelanjutan. Dengan cara ini, perusahaan telah menetapkan ruang putih (white space) yang tidak terisi oleh para pesaingnya. Mengapa? Karena para pesaing sedang memperebutkan ruang lain yang sudah berisi para pemain lain pada pasar yang sudah ada.<br /><br />Selanjunya, tahapan eksekusi strategi samudera biru ini terdiri atas: (i) atasi hambatan organisational yang sering terjadi pada organisasi, terutama adanya ketakutan terhadap perubahan (resistence of change) karena kesadaran (kognisi) dan motivasi yang belum timbuh dan sumberdaya yang terbatas. Lakukan transformasi sikap mental baru didalam perusahaan dengan cara meyakinkan perubahan akan menghasilkan manfaat bernilai bagi perusahaan dalam jangka waktu tertentu, namun memerlukan pengorbanan dan kerja keras manajemen dan karyawan dalam jangka pendek. Lakukan aliansi-aliansi bisnis, bila diperlukan, pada bidang-bidang yang bukan kompetensi inti perusahaan dengan prinsip efektifitas dan efisiensi, dan (ii) lakukan eksekusi strategi dengan sukacita, dengan cara melibatkan semua sumberdaya yang dimiliki perusahaan dengan komitmen penuh. Proses eksekusi ini membutuhkan komitmen dan kerja keras semua pihak. Kedua pakar ini menyebut model kepemimpinan tipping-point leadership (Bab 7) dibutuhkan untuk memandu dan mempimpin perubahan kognisi, menggerakan sumberdaya, menumbuhkan motivasi, mengatasi hambatan politik, ditengah keterbatasan waktu dan sumberdaya lainnya. Terhadap tahapan strategi ini, lakukan pengukuran kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menjadi testimoni bahwa perubahan berbuah bagi masa depan perusahaan yang lebih baik.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-82663346210897884812007-06-11T10:11:00.000-07:002007-06-11T10:14:18.748-07:00Knowledge Management<strong><em>Academic Paper</em></strong><br /><strong>Manajemen Pengetahuan Untuk Keunggulan Perusahaan</strong><br />Oleh : Ahmad Emye<br /><br />Pertanyaan soal bagaimana membangun keunggulan perusahaan sering diajukan oleh para praktisi bisnis dan akademisi. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa kemampuan perusahaan untuk memahami perubahan lingkungan kompetisi dalam sebuah industri, untuk selanjutnya dapat direspon dengan value proposition atau pilihan positioning dalam sebuah rangkaian rantai nilai (value chain) akan menentukan kinerja akhir perusahaan. Sedangkan sebagian lainnya berpandangan bahwa kemampuan membangun sumberdaya yang bernilai (valuable), langka (rare), tak dapat ditiru (in-imitable) dan tak tergantikan (non substitable) merupakan sumber utama keunggulan perusahaan pada industri apapun yang dipilihnya. Belakangan, kedua pandangan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi satu sama lain (Amit dan Shoemaker, 1993; Hitt et. al., 2005). Kedua sudut pandang yang berbeda tersebut telah menjadi main stream ilmu manajemen stratejik dalam tiga puluh tahun terakhir dan mendapat perhatian secara bergantian. Sebelumnya Mintzberg et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat sepuluh school of thoughts dalam penentuan strategi perusahaan untuk membangun keunggulannya, diantaranya; design school of thought, positioning school of thought, learning school of thought dan lain-lain.<br /><br />Dari berbagai pandangan tersebut, satu hal yang menarik adalah terdapatnya kesamaan dalam melihat sumber atau penyebab dari perubahan dinamika industri dan strategi yang dijalankan perusahan. Hitt et. al. (2005) menyebut beberapa faktor diantaranya globalisasi dan digitalisasi, sejalan dengan Ohmae (1995) yang menyatakan globalisasi, liberalisasi perdagangan, teknologi informasi, dan industrialisasi. Ada kecenderungan pendorong perubahan lebih bersifat eksternal yang disebabkan oleh kondisi turbulensi dalam bidang teknologi dan pasar.<br />Selanjutnya, Leibold et al. (2005) menyebutkan beberapa tren yang terjadi pada perilaku organisasi perusahaan seperti: (i) perubahan apresiasi terhadap informasi menjadi knowledge dan wisdom; (ii) perubahan praktek birokrasi menjadi jejaring; (iii) orientasi pelatihan menjadi pembelajaran; (iv) lokal menjadi transnational/global dan bahkan metanational; (v) pemikiran tentang persaingan menjadi kolaborasi; dan (vi) hubungan organisasional secara tunggal menjadi ekosistem bisnis dengan stakeholder yang berbeda. Beberapa perkembangan tersebut diatas telah menyebabkan adanya kecenderungan perusahaan menciptakan dan menggunakan sumberdaya pengetahuan untuk membangun keunggulannya.<br /><br />Banyak kalangan menilai bahwa sistem informasi telah menjadi salah satu faktor yang paling berperan dalam impelementasi manajemen pengetahuan yang berdampak pada kinerja perusahaan. Meskipun demikian, perkembangan manajemen pengetahuan sebagai sumber keunggulan perusahaan telah tumbuh dan menjadi kesadaran lama dari para pemikir manajemen (Polanyi, 1966; Nonaka dan Takeuchi, 1995). Dalam praktek manajemen pengetahuan, de Geus (1995) telah menjelaskan bagaimana keberhasilan Shell telah menjalankan praktek manajemen pengetahuan dengan menjalankan organisasi yang menjalankan prinsip-prinsip pembelajaran organisasional bagaikan makhluk hidup (living organism).<br /><br />Apa sebenarnya manajemen pengetahuan (knowledge management) itu? Tulisan ini merupakan uraian akademis yang berusaha menjelaskan manajemen pengetahuan secara umum.<br /><br /><strong>Manajemen Pengetahuan (knowledge management)<br /></strong>Pada tahun 1992, Bruce Kogut dan Udo Zander memperkenalkan kontribusi pemikirannya yang memperkuat pemikiran Michael Polanyi (1966) tentang pengetahuan sebagai sumberdaya organisasi yang paling menentukan kinerja organisasi. Polanyi (1966) membagi pengetahuan menjadi implicit (yang terdapat pada manual, sistem dan prosedur dan sejenisnya) dan tacit (yang terdapat pada pengalaman dan pengetahuan yang tidak tertulis lainnya). Menurutnya, ada dimensi yang tidak tertulis di dalam sistem dan prosedur perusahaan yang melekat pada setiap individu di dalam perusahaan. Kogut dan Zander (1992) menerjemahkan perlunya proses pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran internal dan eksternal kedalam sebuah konsep kapabilitas yang dikenal dengan combinative capabilities. Keduanya membedakan pengetahuan dari sisi informasi dan know-how. <br /><br />Pemikiran Kogut dan Zander tersebut intinya menyatakan bahwa perubahan kondisi pasar harus dihadapi organisasi dengan menjalankan pengelolaan teknologi yang berbasis prinsip manajemen pengetahuan, baik yang berupa informasi maupun know-how, dimana pengetahuan menjadi sumberdaya yang menentukan keunggulan perusahaan. Pemikiran ini selanjutnya diperkuat oleh Senge (1990), Nonaka dan Takeuchi (1995) dan lain-lain. Oleh karena itu, pengetahuan baru harus dikembangkan terus menerus agar perusahaan mampu menciptakan keunggulan kompetitif pada lingkungan usaha masing-masing.<br /><br />Meskipun resource-based view (RBV) telah berkembang tersendiri, sebagian peneliti berpandangan bahwa manajemen pengetahuan ini merupakan pengembangan dari RBV (Teece et al., 1997) yang merupakan perluasan dari kekuatan sumberdaya yang memiliki keunggulan penguasaan sumberdaya, diantaranya sumberdaya pengetahuan. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai: “proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara kontinyu, penyebaran secara luas melalui organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta membuat perubahan dalam organisasi”.<br /><br />Penulis mencatat bahwa Nonaka dan Takeuchi (1995) memperkuat pandangan Polanyi (1966) dan Kogut dan Zander (1992) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:<br />(i) pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), diekspresikan dalam bentuk kata-kata, nomor, bunyi, data, rumus, visual, audio visual, spesisfikasi produk, atau bentuk manual. Pengetahuan ini dapat ditransfer secara formal dan sistematis kepada individu dan kelompok; dan<br />(ii) pengetahuan implisit (tacit knowledge), tidak mudah dilihat dan diekspresikan. Tacit knowledge cenderung lebih bersifat personal, sulit untuk diformalkan, sulit untuk dikomunikasikan atau disebarkan kepada yang lain. Intuisi subyektif dan firasat merupakan bentuk tacit knowledge. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan mendasar dalam diri seseorang seperti cita-cita, nilai atau emosi.<br /><br />Suatu organisasi membuat dan menggunakan pengetahuan dengan mengkonversi pengetahuan implisit menjadi eksplisit dan begitu sebaliknya. Selanjutnya Takeuchi and Nonaka (2004) mengidentifikasi empat gaya konversi pengetahuan, yaitu: (i) socialization (sosialisasi) dari tacit menjadi tacit. Merupakan pembuatan dan penyebaran tacit knowledge melalui pengalaman langsung, dari individu ke individu; (ii) externalization (eksternalisasi) dari tacit menjadi eksplisit. Merupakan artikulasi tacit knowledge melalui dialog dan refleksi, yaitu dari individu ke kelompok; (iii) combination (kombinasi) dari eksplisit ke eksplisit. Merupakan sistematika dan aplikasi pengetahuan eksplisit dan informasi, dari kelompok ke organisasi; dan (iv) internalization (internalisasi), dari eksplisit menjadi tacit, mempelajari dan memenuhi praktek tacit knowledge yang baru, dari organisasi ke individu.<br /><br />Perspektif manajemen pengetahuan inilah yang memperkuat pandangan RBV, dimana aset spesifik perusahaan yang berupa sumberdaya dan kapabilitas yang unik dan sulit ditiru sebagai basis keunggulan, memasukkan unsur pengetahuan sebagai sumberdaya spesifik yang terus-menerus dapat dikembangkan di dalam perusahaan, dan potensial menjadi sumber inspirasi perubahan yang terus menerus. Pengetahuan adalah sumber utama terjadinya proses inovasi terus-menerus (Drucker, 1998) dan penguatan kompetensi (Sanchez dan Heine, 2004). Telah teruji bahwa menciptakan lingkungan perusahaan yang responsif terhadap berbagai pengetahuan baru akan menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik.<br /> <br /><strong>Basis Keunggulan Perusahaan<br /></strong>Menurut Kay (1993), perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang mampu membangun daya saing yang berkelanjutan pada industri masing-masing, baik dalam konteks penerimaan pasar maupun dalam konteks kinerja keuangan yang memberikan shareholders value. Sedangkan menurut Hitt et al. (2005) perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif adalah perusahaan yang melampau (outperforming) pesaing-pesaingnya pada industri masing-masing. Selanjutnya, kinerja unggul yang dimiliki perusahaan hendaknya berkelanjutan dan dapat bertahan dalam periode waktu tertentu.<br /><br />Dalam berbagai referensi manajemen stratejik, batasan keunggulan perusahaan biasanya dapat diukur melalui kinerja pemasaran (penjualan, pangsa pasar, customer value dan lain-lain) dan kinerja keuangan (return on assets, return on equity, free cash flow, dan lain-lain) pada periode tertentu. Belakangan pilar-pilar keunggulan lebih bersifat holistik, selain mencakup empat pilar organisasi, yakni pasar, keuangan, sumberdaya manusia dan proses yang terintegrasi dalam konsep balance score-card yang diperkenalkan oleh Norton dan Kaplan, dan stakeholder value yang merupakan integrasi kinerja finansial dan non finansial pada berbagai stakeholder perusahaan (Leibold, et al., 2005).<br /><br />Setelah melakukan studi eksplorasi terhadap ratusan perusahaan di seluruh dunia, Peters dan Waterman (1982) mengajukan delapan basis keunggulan perusahaan yang berujung pada kinerja finansial dan pertumbuhan perusahaan, yakni: (i) a bias for action, pengambilan keputusan yang aktif dan pas; (ii) dekat dengan pelanggan, belajar dari pihak yang dilayani; (iii) otonomi dan kewirausahaan, melakukan inovasi dan mengembangkan sikap dan mental juara; (iv) produktifitas melalui manusia di dalam perusahaan; (v) hands-on and value driven; falsafah manajemen yang memandu kegiatan setiap hari, dengan komitmen penuh dari pimpinan; (vi) menekuni binis yang dikuasai; (vii) simple form, lean staff; dan (viii) simultaneous loose-tight properties, yang memungkinkan otonomi pada level-level operasional dengan sentralisasi pada nilai-nilai perusahaan. Uraian ini masih relevan untuk diterapkan pada prinsip-prinsip pengelolan perusahaan kontemporer, termasuk di Indonesia.<br /><br />Pentingya visi dan kepemimpinan ditegaskan oleh hasil penelitian Collins dan Porras (1994) terhadap berbagai perusahaan yang telah unggul dan melewati usia lebih dari 50 tahun. Selanjutnya Collins (2001) memperkuat faktor kepemimpinan manajemen puncak terhadap pencapaian eksponensial perusahaan. Kepemimpinan tersebut mendorong para pimpinan perusahaan good companies untuk membangun kinerja perusahaan yang mencapai kinerja kumulatif tiga kali lipat dari kinerja kumulatif lima belas tahun kinerja sebelumnya untuk menjadi great companies. Para pimpinan tersebut memiliki ciri yang paradoksial sebagai paradoxial blend of personal humility and profesional will. Para pemimpin perusahaan dimaksud cenderung bercirikan membangun, menciptakan, mengkontribusikan daripada memperoleh, mengarapkan popularitas, kekuasaan dan sejenisnya. Inti dari hasil penelitian Collins (2001) tersebut adalah para pimpinan perusahaan lebih menjaga reputasi untuk membangun keagungan dirinya (personal greatness) dalam makna yang mendalam, ketimbang popularitas dan simbol-simbol keberhasilan yang bersifat temporer.<br /><br />Berbagai uraian di atas menunjukkan pentingya visi, pandangan jangka panjang, kemampuan manajerial dan profitability yang berkaitan dengan keunggulan yang dihasilkan perusahaan. Berbagai penelitian terakhir perihal bagaimana kapabilitas organisasional terbentuk secara terus-menerus adalah melalui proses identifikasi, adopsi dan akumulasi pengetahuan yang telah dijalankan pada berbagai perusahaan besar di dunia, baik melalui akumulasi pengetahuan yang bersifat tacit maupun explicit (Takeuchi dan Nonaka, 2004). Dengan kata lain, akumulasi sumberdaya pengetahuan pada perusahaan dapat mendorong penguatan kapabilitas organisasional secara terus-menerus.<br /><br /><strong>Catatan Penutup: Agenda Membangun Organisasi Pembelajar<br /></strong>Tulisan ini ditutup untuk mengajak para pemimpin bisnis untuk mulai membangun nilai-nilai organisasional yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran organisasional di dalam perusahaan. Proses pembelajaran organisasional ini merupakan esensi dari manajemen pengetahuan yang telah teruji pada berbagai perusahaan besar seperti Shell, Apple, Microsoft, Holcim, Unysis dan lain-lain. Pada kasus Indonesia, Unilever dan Wijaya Karya adalah dua perusahaan besar yang sedang berusaha menjalankan manajemen pengetahuan.<br /><br />Menurut Sinkula, Baker dan Noordewier (1997), nilai-nilai di dalam pembelajaran organisasional yang harus dikembangkan di dalam perusahaan adalah sebagai berikut: (i) adanya komitmen terhadap pembelajaran; (ii) keterbukaan pandangan manajemen dan karyawan; dan (iii) shared-vision yang dilakukan terus-menerus, hal mana ketiganya merupakan nilai-nilai yang dapat dibangun dan dikembangkan dalam perusahaan yang menjalankan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan. Mari bangun nilai-nilai tersebut di dalam organisasi yang kita kelola, karena pengetahuan demikian luas dan terbuka untuk dapat diserap, ditransfer dan diasimilasikan kedalam kapabilitas organisasi untuk memanfaatkan berbagai peluang yang semakin terbuka kita hadapi pada era ekonomi baru dimana dunia semakin borderless. Welcome to the era of knowledge economy!<br /><br /><strong>REFERENSI<br /></strong>Amit, R, dan Schoemaker, P.J. (1993). “Strategic Assets and Organization Rents”. Strategic Management Journal, vol 14 (1), hal 33-46.<br />Collins, James C. dan Jerry I. Porras (1994). Built to Last: Succesful Habits of Visionary Companies. Harper Business: A Division of HarperCollins Publisher.<br />de Geus, Arie (1996). The Living Company: Habits for Survival in a Turbulent Business Environment. Harvard Business School Pers, Longview Publishers Limited.<br />Drucker, Peterss F (1998). “The Disciplines of Innovation”. Harvard Business Review (November-Desember), hal 149-157.<br />Hitt, Michael A., R. Duanne Ireland dan Robert Hoskisson (2005). Strategic Management : Competitiveness and Globalization. International Student Edition. Thomson Corporation, South-Western. USA.<br />Kay, John (1993). Foundations of Corporate Success. Oxford University Pers. New York.<br />Kogut, Bruce dan Udo Zander (1992). Knowledge of the Firm, Combinative Capabilities, and the Replication of Technology”. Resources, Firms, and Strategies, (Foss, 1997, Editors). Oxford University Press.<br />Leibold, Marius, Gilbert Probst, dan Michael Gibbert (2005). Strategic Management in the Knowledge Economy- New Approaches and Business Applicatiuons. 2nd Edition. Publicis Corporate Publication dan Wiley, Erlangen.<br />Mintzberg, Henry, Bruce Ahlstrand, dan Joseph Lampel (1998). Strategy Safary: A Guided Tour Through The Wilds of Strategic Management. Free Pers. New York. NY 10020.<br />Nonaka, Ikujiro dan H. Takeuchi (1995). The Knowledge-Creating Company: How Japanese Company Create Dynamics of Innovation. Oxford University Pers. New York.<br />Ohmae, Kenichi (1995). The End of Nation State. Harvard Business Pers, Boston, MA.<br />Peters, Tom dan Robert E. Waterman (1982). In Search of Excellence. Warner Books.<br />Sanchez, Roy dan Aime Heene (2004). The New Strategic Management – Organization, Competition, and Competence. John Wiley & Son Inc. USA.<br />Sinkula, James, W. E. Baker dan Thomas Noordewier (1997). “A Framework for Market-based Organization Learning – Linking Values, Knowledge, and Behaviour”. Academy of Marketing Science, Fall 1997, vol 25,4, hal. 306-318.<br />Takuechi, Hirotaka dan Ikujiro Nonaka (2004). Hitotsubashi on Knowledge Management. John Wiley and Sons (Asia) Pte Ltd, Singapore.<br />Teece J. David, Gary Pisano, dan Amy Shuen (1997). “Dynamic Capabilities and Strategic Management”. Strategic Management Journal, vol. 18, 7, hal. 509-533.ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-60180990958481726002007-06-11T10:07:00.001-07:002007-06-11T10:10:05.303-07:00Kama Sutera of Business<strong>KEARIFAN BERBISNIS DARI “KAMA SUTRA”<br /></strong>Oleh : Ahmad Emye<br /><br /><br />Melihat judul tulisan dan judul buku ini, sebagian dari kita mungkin membayangkan buku ini berisi perihal bagaimana tips bisnis untuk “menyenangkan” pelanggan atau mitra bisnis. Memang, judul Kama Sutra mengingatkan kita pada buku kontroversial Buku ini ternyata lebih dari itu. Pengarang buku ini menghadirkan kearifan yang diinspirasi oleh pemikiran-pemikiran klasik dari negeri yang diakui sebagai salah satu pusat peradaban dunia di masa lampau, India. Buku ini menghadirkan berbagai prinsip-prinsip manajemen yang amat relevan dalam kehidupan pribadi maupun bisnis saat ini. Nuri Vitachi, sang penulis mengajak pembaca untuk melakukan perjalanan menelusuri kekayaan pemikiran klasik, yang ia yakini menjadi salah satu sumber peradaban dunia pada era modern ini. Penulis menandaskan bahwa banyak karya-karya pemikiran lama pada awal-awal peradaban seperti sejarah Mesopotamia, Mesir kuno, Andalusia, China dan peradaban timur lainnya yang telah mengantarkan kita pada kehidupan modern, termasuk diantaranya pemikiran-pemikiran klasik India yang telah berusia lebih dari 5000 tahun. <br /><br />Para praktisi bisnis selama ini mengenal sejumlah guru dalam strategi dan kepemimpinan seperti Sun Tzu, Niccolo Machiavelli, dan lain-lain. Dalam buku ini diuraikan sebagian karya-karya pemikiran klasik India dan tokoh-tokoh yang telah mewarnai peradaban hingga kini, diantaranya; Vishnugupta Chanakya (ahli strategi dan pengarang buku Arthashastra),Vatsyayana (seorang spiritualis dan pengarang Kama Sutra), Chandragupta, Meluhlan (sejarawan), Sidharta Gautama (tokoh spiritual yang banyak pengikut), dan berbagai kisah Bhagavat Gita serta Raja Ashoka Piyadassi yang dikenal dengan konsep implementasi kesejahteraan terhadap rakyat yang dipimpinnya. Dengan cara story telling yang mengalir bak novel, sang pengarang mengajak pembaca mengenal berbagai pemikiran klasik yang amat berpengaruh tersebut dan implikasinya terhadap inspirasi dan tips-tips manajemen dan bisnis praktis yang diuraikan oleh pengarang buku ini dengan indah dan nyata. <br /><br />Kama Sutra, buku legendaris dan kontroversial yang ditulis oleh salah satu pemikir klasik yang bernama Vatsyayana; seorang pembelajar spiritual yang seumur hidupnya tidak menikah dan bahkan dikenal tidak memiliki pacar sekalipun, dipilih pengarang menjadi judul buku ini nampaknya ditujukan untuk menarik perhatian pembaca karena dampak kontroversialnya dan pernah menjadi buku yang “paling disalahpahami yang pernah ditulis dalam sejarah”. Sejak diterjemahkan pada tahun 1883 ke dalam bahasa Inggris dan menyusul dalam berbagai bahasa, buku ini telah menuai kontraversi dan dilarang untuk dibaca oleh anak-anak, meskipun ironis; banyak penentangnya sesungguhnya tidak pernah membaca buku tersebut. Boleh jadi, sesuai dengan esensi yang terdapat pada buku Kama Sutra, buku Nuri Vittachi ini juga bertujuan untuk mengajak pembaca untuk membangun keseimbangan hidup yang dibangun oleh nilai-nilai spiritualitas, material dan sensualiatas secara proporsional. “Kama” yang berarti kesenangan sensual, baru akan tercapai bila terbangun dalam keseimbangan dengan dengan materialitas yang ditopang oleh spiritualitas.<br /><br />Pengarang Kama Sutra of Business ini membagi buku kedalam sembilan bab yang sistematis dimana masing-masing bab mengambil pelajaran-pelajaran dari para pemikir klasik diatas yang kadang-kadang merupakan kombinasi dari nilai-nilai yang dikembangkan dan dirangkai oleh penulis. Bagian buku tersebut terdiri atas; (i) Pengantar: Guru Pertama Yang Sesungguhnya; (ii) Konsultan Manajemen Pertama di Dunia (Chanakya); (iii) Bagaimana Agar Tak Dapat Dihentikan (Chanakya); (iv) Sumber Kesejahteraan (Meluhlan); (v) Di Dalam Kemenangan dan Kekalahan (Bhagavat Gita); (vi) Tujuan Bukanlah Sesuatu yang Anda Kira Sebelumnya (Sidharta Gautama); (vii) Kapasitas Untuk Merubah Dunia (Ashoka); (viii) Meraih Keseimbangan (Vatsayana), dan (ix) Perjalanan Selanjutnya Tulisan-tulisan Klasik.<br /><br />Mari kita pelajari beberapa contoh kisah yang ditulis dalam Arthashastra yang ditulis oleh Chanakya, bagaimana ia mengatasi berbagai rintangan dalam menghadapi kekuasaan Raja Dhana Nanda yang sangat berkuasa. Di tengah keterbatasan, Chanakya membangun kepercayaan diri (confidence) dan daya tahan (determination) yang dibutuhkan oleh sang penantang, sebuah pola pikir yang benar (right mindset), dalam bahasa manajemen modern. Salah satu prinsip yang Canakya perkenalkan adalah: You already have the greatest secret weapon you could possible want. Pola pikir yang benar tersebut akan menjadi bahan baku paling penting dalam melakukan perubahan dan tindakan apapun sebagai efek bola salju. Siapa saja memiliki determinasi, kecerdasan, dan single-mindedness dan rasa lapar untruk maraih keberhasilan, selanjutnya faktor lain akan mengikuti. Raja Dhana Nanda memiliki pasukan dan armada yang kuat, dibentengi oleh istana yang tebal, namun sayangnya ia tidak fokus secara emosional dan terjebak dalam sikap mental sebagai penguasa yang percaya diri berlebihan. Raja Dhana Nanda tidak memiliki cukup determinasi dan kecerdasan, demikian pula ia tidak memeiliki kepampuan berfikir strategis. Sejarah mencatat kemenangan Chanakya dan pasukannya mengalahkan sang raja yang over confidence dan lack of focus.<br /><br />Dari salah satu kisah tersebut, mengingatkan kita bahwa keterbatasan bukanlah hambatan kita untuk melakukan hal-hal yang besar dan strategis. Demikian juga keberlimpahan tidak lantas membuat kita kehilangan fokus dan terlalu percaya diri. Dalam konteks keterbatasan tersebut misalnya, Nuri Vittachi mengetuk kesadaran pembaca tentang kebiasaan kita yang diikat oleh keterbatasan. Seberapa sering kita bertanya; “bila saya hanya punya X, saya akan meraih Y”. Dengan kata lain, kita sering beranda-andai sesuatu yang tidak atau belum kita miliki. Sebagai ilustrasi singkat yang menarik yang diberikan Nury dalam buku ini terhadap pengalaman seorang trainer kebugaran. Ada dua cara yang dilakukan orang yang ingin memperoleh kebugaran, yang satu memilih dengan menunggu dan akhirnya membeli peralatan dan membaca katalog peralatan tersebut, yang lainnya dengan kel luar dari rumah dan mulai melakukan jogging, tanpa harus menunggu memiliki peralatan. Teruji yang memiliki determinasi dan berhasil adalah yang pilihan kedua. Banyak contoh-contoh dalam dunia bisnis yang sering kita lakukan yang mengabaikan apa yang bisa dilakukan saat ini, seperti; bila saya memiliki laptop yang lebih baik, maka saya akan bisa membuat website, bila saya sudah memiliki ruangan, meja, dan waktu khusus, maka saya dapat menulis buku, bila saya memiliki studio maka saya akan dapat menjadi seniman, dan lain-lain.<br /><br />Pesan-pesan lain juga banyak diinpirasi oleh buku Arthashastra karya Chanakya ini yang amat relevan dengan kehidupan ini, seperti diantaranya prinsip: “to build anything great, you need a great team” (hal. 29). Ia menulis dalam bukunya “kepemimpinan hanyalah mungkin dengan bantuan”. Chanakya mengakui keterbatasannya, ia membutuhkan team dan orang-orang yang menjadi kekuatannya, selain sumberdaya yang memadai untuk melalui perjalanan atau pertarungan yang panjang. Ambisi Chanakya tidak menutup hatinya untuk mengajak banyak orang sebagai bagian yang meyakini visi yang ingin diraihnya. Chanakya, sebagaimana kita semua, membutuhkan anggota team dan Chanakya telah mengajari kita bagaimana memilih anggota tim yang kuat yang dapat bersama-sama ia meraih impiannya. Chanakya telah mempersiapkan mudrid-muridnya, terutama Chandragupta, yang juga belajar strategi dan kearifan melalui proses “coaching” bersama sang guru sebagai mentor.<br /><br />Banyak pesan inspiratif lain dari Chanakya yang diolah oleh Nury, diantaranya; kritik adalah kawan sejati, mengalokasikan waktu dan usaha untuk memilih anggota tim adalah satu pekerjaan terpenting dari seorang pemimpin, untuk mengambil kendali dari suatu area anda membutuhkan peta dari area dimaksud, kelemahan pesaing anda adalah hadiah bagi tim anda, alat terpenting dari sisi anda adalah keyakinan akan posisi kebenaran di pihak anda, pemenang dari sebuah peperangan adalah peratarung yang paling adaptif. Semua pesan-pesan tersebut menunjukkan keluhuran dan kearifan kepemimpinan yang telah diajarkan oleh Chanakya, beberapa abad yang lalu, jauh sebelum John Maxwell, Kouzes dan Posner Anthony Robbins, Peter Drucker atau Stephen Covey hari ini. Tidak heran, menurut banyak sejarawan, buku Arthashastra merupakan buku konsultasi manajemen dan pemerintahan tertua. Saat ini, buku tersebut diterjemahkan kedalam judul The Science of Economics, The Handbook of Polity, setelah awalnya dikenali pada tahun 1904 di Perpustakaan Mysore, India.<br /><br />Relevansi buku tersebut dalam era intellectual intelleginece (istilah yang dipepuplerkan Peter Drucker) amat tinggi bila kita lihat dari salah satu tips berikut: “Surround yourself with people older than you are. People with experience are invaluable intlllectual asset” (hal. 63) dan “Continue to educate yoursel in all branches of knowldege” (hal 66). Inilah pelajaran tentang “tacit knowldehe” yang tahun 1966 diperkenalkan Michael Polanyi, bahwa dalam era manajemen pengetahuan, kinerja organisasi akan banyak didorong oleh mereka yang tidak semata-samat mengeksplorasi dan eksploitasi pengetahuan eksplisit seperti manual, sistem dan prosedur, namun juga tacit knowledge. Inilah fondasi pengatahuan dari knowledge management yang saat ini relevan dalam konteks keunggulan kompetitif perusahaan dalam era teknologi informasi dan globalisasi. Banyak pelajaran yang khusus tentang kepemimpinan (hal 67 s/d 77) yang menunjukkan dasar-dasar kepemimpinan yang digerakkan oleh kekuatan hati dan pikiran, dan relevan dalam kehidupan kita sehari-hari maupun dalam mengatasi persaingan bisnis.<br />Mulai dari bagian keempat (hal. 79), penulis menguraikan pelajaran-pelajaran tentang sumber dan proses peningkatan kesejahteraan sebuah masyarakat yang ditopang oleh kemampuan inovasi; “trust your local neighborhood genius; true innovators are hard to come by” (hal. 92) dan jawaban terhadap tren globalisasi; “your team does not have to conquer the world by itself; it just has to produce a world-class business model that other people can do elsewhere” (hal. 94), yang dinspirasikan dari sejarah yang ditulis Meluhlan. <br /><br />Dilanjutkan dengan makna kemenangan dan kekalahan yang diambil dari kisah Bhagavat Gita, perjalanan menemukan tujuan yang sesungguhnya dari perjalanan spiritual Sidharta Gautama, dan proses transformasi diri dari seorang yang membangun lintasan hidupnya dari jalan pedang menuju kesejahteraan masyarakat dari sejarah Raja Ashoka, sampai bagian akhir yang menguraikan bagaimana ujung pencarian Vatsayana yang mengajukan keseimbangan antara kesenangan sensual dan material yang ditopang oleh nilai-nilai spiritual. Ketiga titiik keseimbangan tersebut saling memperkuat dan menjadi satu dari esensi dari prinsip Kama Sutra, esensi keseimbangan yang banyak disalah pahami, hingga saat buku ini mulai kita baca.<br />Sebagai catatan akhir, buku ini berisi 80% tentang nilai-nilai kehidupan dan hubungan antar manusia yang melibatkan keyakinan (beliefs), hati dan pikiran. Sebuah referensi yang penting dibaca siapa saja yang membutuhkan referensi nilai-nilai universal atau sebagai perbandingan yang dapat memperkuat nilai-nilai yang selama ini dimiliki. Isi buku ini bersifat universal, karya kemanusiaan yang amat berarti untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan dalam kehidupan pribadi dan bisnis para pembaca, serta dan kemampuan kita dalam berhubungan dengan orang lain.<br />(Artikel ini dimuat di Kompas, 8 Mei 2007)ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-69422669142384758392007-06-11T10:05:00.000-07:002007-06-11T10:07:24.986-07:00Belajar Dari Guru Manajemen Abad Ini - Peter Drucker<strong>MENGENANG DRUCKER, GURU MANAJEMEN ABAD INI</strong><br />Oleh: Ahmad Emye<br /><br />“Efisiensi adalah mengerjakan sesuatu dengan benar, Efektifitas adalah mengerjakan sesuatu yang benar” (Peter Drucker)<br /><br />Kutipan tersebut merupakan kalimat yang paling provokatif dalam praktek manajemen beberapa dekade terakhir. Ia telah menjadi mantra para pemimpin baik dalam dunia bisnis maupun pemerintahan. Menjadi pemimpin yang efisien berarti ia memiliki kemampuan untuk mengerjakan semua hal dengan benar melalu proses alokasi sumberdaya organisasi, sedangkan menjadi pemimpin yang efektif berarti ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mengerjakan hal-hal yang tepat bagi kepentingan organisasi. Dua prinsip manajemen ini, efektif dan efisien, telah banyak menginspirasi para pemimpin bisnis dan organisasi publik dalam merumuskan dan melakukan berbagai kebijakan organisasinya. Ini hanya sebuah contoh betapa pemikiran Peter Drucker telah menjadi pelajaran berharga banyak pemimpin bisnis, dari mulai Ford tahun 1930an, Jack Welch (GE) tahun 1970an sampai A.G. Lafley (P & G) tahun 1990an, maupun para pemimpin pemerintahan, seperti Margareth Thatcher, eksekutif Bank Dunia, dan para pemimpin dunia lainnya. Tak terhitung ratusan perusahaan Fortune-500 dan para eksekutif di dunia yang disebut oleh Collins and Porras dalam bukunya Built to Last (1993) sebagai perusahaan visionary companies telah merasakan buah dari pendampingan Drucker dalam melakukan change management.<br /><br />Drucker lebih dari sekedar meninggalkan reputasi sebagai pemikir, namun juga tips-tips yang filosofis dan praktis namun berdimensi strategis yang teruji dapat dieksekusi dalam meningkatkan efektifitas organisasinya, yakni memperoleh laba dan pertumbuhan bisnis bagi perusahaan atau meningkatkan efektifitas pelayanan bagi organisasi publik dan pemerintahan. Pentingya sebuah strategi agar dapat dilaksanakan berulang-ulang dinyatakan oleh Drucker, seperti ia nyatakan; “perencanaan yang baik hanyalah maksud baik, sampai ia secara efektif dapat dilaksanakan dengan sumberdaya yang tepat”, atau pada bagian lain Drucker menyatakan; “esensi dari manajemen adalah memastikan pengetahuan agar produktif. Pengetahuan eksis hanya jika dapat diaplikasikan”.<br /><br />Drucker sangat percaya, sebagaimana kemudian teruji dalam aplikasi pemikiran-pemikirannya di dalam praktek bisnis, bahwa era kedepan adalah era pengetahuan. Pengetahuan tidak semata-mata sistem dan prosedur di dalam perusahaan atau organisasi publik, atau hanya sekumpulan ingatan kognitif seseorang, namun juga merupakan sekumpulan pengetahuan eksplisit dan implisit yang dibangun melalui proses pembelajaran perusahaan yang terus-menerus melalui koreksi atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan maupun proses yang adaptif terhadap perubahan lingkungan. Drucker tidak percaya pada keberlimpahan informasi dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam jangka panjang, kecuali bila informasi dapat diproses menjadi pengetahuan yang diaplikasikan bagi pengambilan keputusan manajemen. Pemikiran ini sangat relevan pada era keterbukaan dan hadirnya information and communication technology (ICT) , informasi yang berlimpah akan menjadi sia-sia bila kita tidak dapat memanfaatkannya bagi keputusan bisnis atau organisasi.<br /><br />Wafatnya Drucker pada tahun 2005 telah meninggalkan banyak warisan pemikiran yang berharga. Pemikiran-pemikiran tersebut di-refresh oleh Drucker melalui wawancara ekploratif berbulan-bulan dengan Elizabeth Haas Edersheim, seorang konsultan McKinsey & Co, dan dituangkan dalam buku terbaru The Definitive Drucker (2007). Buku tersebut tidak bercerita tentang riwayat hidup Drucker, melainkan pemikiran-pemikiran Drucker yang telah banyak bertebaran pada 39 buku yang dihasilkannya, testimonial pemikiran-pemikiran tersebut pada banyak perusahaan berkelas dunia, maupun pada berbagai perubahan di dunia yang telah diprediksi sebelumnya.<br /><br />Drucker juga memiliki pandangan yang amat jelas soal hubungan antara praktek bisnis yang baik dengan tumbuhnya demokrasi. Bisnis yang dikelola dengan baik akan mendorong proses demokratisasi, sebagaimana ia nyatakan; “bisnis bukan semata-mata untuk bisnis, bisnis sesungguhnya mesin ekonomi untuk terwujudnya demokrasi”. Akutualiasi kebebasan dalam berinovasi di dalam bisnis akan mendorong setiap orang memiliki perannya di dalam masyarakat secara proporsional, karena tidak ada pemasungan atas kreatif setiap orang. Drucker selalu memprovokasi para pemimpin, kita semua adalah pemilik masa depan, sebagaimana ia selalu nyatakan; “cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya”.<br /><br />Melalui The Definitive Drucker, Drucker bertutur kembali berbagai pemikiran-pemikirannya yang telah teruji menggerakkan banyak perusahaan-perusahaan besar di dunia untuk melakukan perubahan dengan cara menciptakan masa depannya masing-masing. Agar terus relevan dalam konteks esok dan masa depan, perusahaan hendaknya melakukan berbagai hal diantarnya; (i) berhubungan selalu dengan pelanggan; (ii) melakukan inovasi dan meninggalkan masa lalu; (iii) membangun kolaborasi yang tahan lama; (iv) menarik dan menumbuhkan pekerja berpengetahuan; dan (v) memperkuat pengambilan keputusan yang berdisiplin. Kelima intisari tersebut tertuang kedalam berbagai filosofi Drucker tentang uang (money), manajemen (management), pengetahuan (knowledge), individual, dan berbagai kutipan-kutipan yang banyak teruji menjadi mantra perubahan organisasi bisnis maupun organisasi publik yang ia saksikan hingga akhir hayatnya. Sebagai contoh, dalam konteks filosofinya tentang uang adalah; “uang mengikuti pengetahuan. Uang bukanlah masalah, karena masalah sesungguhnya adalah kepemimpinan dan arahan”. Esensi pernyataan tersebut luar biasa, sebagaimana teruji saat ini bagi banyak perusahaan yang menerapkan learning organization, mereka menikmati pertumbuhan usaha di tangan para pemimpin bisnis yang memiliki kepemimpinan kuat dan arahan yang jelas untuk mewujudkan visi kepemimpinanya, seperti Shell, Unilever, Holchim dan lain-lain. Pemikiran Drucker ini dibenarkan oleh seorang futurist, seperti Joel Arthur Barker yang menyatakan bahwa visi (vision) adalah mimpi (dream) dari seseorang atau sekumpulan orang yang disertai dengan tindakan-tindakan (actions). Di Indonesia, beberapa perusaaan yang telah menerapkan budaya pembelajaran seperti Astra International, Unilever Indonesia, dan Wijaya Karya teruji mampu mendongkrak kinerjanya secara terus-menerus.<br /><br />Pentingya inovasi di dalam bisnis selalu mendapat perhatian Drucker. Selama lebih dari 70 tahun, Drucker telah menantang dan mendampingi para pemimpin bisnis untuk melakukan inovasi secara terus-menerus. Drucker selalu menyatakan inovasi memerlukan kedisiplinan, karena memerlukan persistensi. Keberhasilan HP, P&G, Merck, Johnson& Johnson, GE dan ratusan perusahaan lain yang didampinginya karena disiplin melakukan pembaharuan-pembaharuan produknya yang berorientasi pada pelanggan. Esensi bisnis adalah inovasi, sebagaimana selalu ia nyatakan; “jika anda tidak mengerti inovasi, anda tidak mengerti bisnis”. Inovasi adalah kebebasan untuk memanfaatkan kecerdasan yang kita miliki.<br /><br />Sebagai catatan akhir tulisan ini, Drucker telah teruji banyak membebaskan pemikiran para pemimpin bisnis dan pemerintahan untuk memaksimalkan kemampuan mereka dalam membangun masa depan. Ini bukan soal kata-kata bertuah atau renungan omong kosong, karena mendiang Drucker telah membuktikannya, bagaimana dengan kita?<br />(Artikel ini dimuat di <em><strong>Business Week</strong></em>, Edisi Indonesia, 14 Mei 2007)ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-57243119275009035012007-06-11T10:03:00.000-07:002007-06-11T10:47:30.107-07:00Banten Series (1) - Selamat Berpulang, Sang Pejuang Negeri<em>In Memoriam</em> Tubagus Rizon Sofhani:<br />SELAMAT BERPULANG, SANG PEJUANG NEGERI<br />Oleh : Ahmad Emye<br /><br /><br />Innalillahi Wainna Ilaihi Roojiun, Banten kehilangan salah satu putera terbaiknya lagi. Setelah (alm) H. Uwes Qorny beberapa tahun lalu, (alm) Ekie Syachrudin tahun lalu, hari Senin (15 Mei 2006) lalu, seorang pejuang yang baru menginjak usia 42 tahun, Tubagus Rizon Sofhani telah meninggalkan kita selama-lamanya. Almarhum telah berpulang menemui Sang Pencipta pada usia yang relatif muda dan meninggalkan rekam jejak perjuangan yang panjang bagi Banten dan bangsa ini. Ia meninggalkan satu orang isteri yang amat setia dan solehah, Rr. Endang Palmini (40 thn), dan tiga puteri yang cerdas dan solehah; Nuansa (15 tahun), Sadra (12 tahun) dan Raisa (6 tahun). Kepulangannya dihantar oleh ribuan tamu yang terus-menerus berdatangan ke rumah duka sampai ke tempat peristirahatannya di Serang.<br /><br />Sampai akhir hayatnya, almarhum yang lahir 8 Desember 1964 di Serang, setelah menikah tahun 1990, sempat tinggal di Rawamangun Jakarta dan beberapa tahun kemudian bersama keluarganya tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Perumnas Karawaci Tangerang, berbaur dengan masyarakat banyak. Sejak saat itu, almarhum tetap tinggal di rumahnya yang sederhana itu sampai akhir hayatnya, jauh berbeda dengan sebagian anggota legislatif yang cenderung hidup bermewah-mewahan dan jauh dari konstituen. Hari-hari panjang salah satu pejuang terbaik negeri ini, putera Banten yang terlibat langsung dalam pendirian Provinsi Banten dan terus-menerus mencurahkan segala energi dan sumberdayanya untuk kesejahteraan Banten telah berakhir, cita-citanya melihat rakyat Banten sejahtera belum sepenuhnya tercapai, namun inspirasi dan komitmennya telah mengingatkan kita yang masih hidup untuk meneruskan cita-citanya tersebut. Masih terngiang-ngiang ucapannya yang sering dilontarkan saat menghadapi kegamangan menghadapi realitas politik yang tidak terpuji; “Klis, politik itu perjuangan! Jangan pernah berhenti!”. Penulis sering berdiskusi pribadi dengan almarhum setiap kali ada realitas politik lokal yang memprihatinkan. Almarhum selalu membangkitkan keyakinan siapapun bahwa masa depan negeri ini, terutama Provinsi Banten yang baru seumur tanaman sawit, akan lebih baik bila orang-orang yang mau berjuang untuk kebaikan dan perubahan selalu berkomunikasi dan bersatu menyamakan agenda perubahan. Soal ini sepatutnya menjadi ingatan bagi sejumlah senior almarhum yang kini sedang berlomba-loba menghadapi Pilkada Gubernur Banten Tahun 2006 ini.<br /><br />Penulis menyaksikan sebagian rekam jejak perjuangan tanpa henti sejak lebih dari 20 tahun silam hingga saat berpulangnya kemarin lusa. Ia telah memberikan contoh sempurna sebuah totalitas pengabdian seorang insan yang tidak pernah mengenal kata lelah. Ia mengamalkan perintah agama bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Setelah lebih dari sepuluh tahun membangun profesi sebagai praktisi manajemen dan peneliti, ia terjun total ke dunia politik saat momentum pasca reformasi 1998 dan lahirnya Provinsi Banten tahun 2000. Sejak saat itu, irama hidupnya berubah drastis, dari pertemuan-pertemuan bisnis yang terjadwal dan teratur, beralih menjadi hari-hari penuh pertemuan-pertemuan untuk memperjuangkan cita-citanya memperbaiki negeri ini dengan perjuangan dalam bidang politik. Ia mampu meniti dan melewati semua jebakan dan godaan jangka pendek dan teguh sampai akhir hayatnya. Ia meninggalkan nama baik dan reputasi terpuji sebaga politisi yang berakhlak dan bemoral tinggi, sebuah contoh yang langka di negeri ini. Ia telah mewariskan kebanggaan bagi keluarga yang ditinggalkannya; inspirasi perjuangan tak mengenal lelah dan nama harum! Subhanallah!<br /><br />Tradisi berorganisasi dan bersahabat almarhum telah terbina sejak muda, ia cepat matang dan lebih konseptual dibandingkan usianya. Penulis mengenalnya sebagai adik kelas di SMA 1 Serang tahun 1982 namun tidak terlalu dekat saat itu. Saat itu almarhum telah menajdi icon dan mentor bagi banyak anak-anak muda Banten, selain bagi penulis, sebut saja Udin Saefudin Noer (sekarang Direktur Bank Muamalat), Machsus Thamrin (sekarang Redaktur ANTEVE), Dr. Ibnu Hammad (sekarang Dosen FISIP UI), Maiko Lesmana Dewa (Ahli Teknik Sipil), Nani Abdul Gani (Kepala Sekolah Al Azhar), Saekhu Ridwan (BPRS Cilegon Mandiri), dan anak-anak muda Banten yang membutuhkan figur yang menginspirasi bagi kemajuan. Ia telah menjadi mentor yang amat baik. Penulis semakin dekat dengan almarhum saat mengikuti jejaknya di Institut Pertanian Bogor (IPB), selama lima tahun intensitas yang luar biasa bersama almarhum, telah mewarnai perjalanan hidup banyak orang, termasuk penulis untuk mencintai organisasi sebagai media bagi perjuangan untuk menegakkan sebuah keyakinan. Almarhum telah membangun rekam jejak prestatif sebagai organisator handal di IPB sebagai Ketua Angkatan yang memimpin ribuan orang, Ketua Senat Mahasiswa Faperikan dan Koordintaor Forum Komunikasi Senat Mahasiswa (FKSM), cikal bakal Senat Mahasiswa IPB. Almarhum telah mencatatkan prestasi yang membanggakan bagi nama baik Banten di IPB setelah periode Prof. Dr. Abdul Bari, Prof. Herman Haeruman, Prof. Dodi Nandika, Dr. Anton Apriyantono, Dr. Akhmad Fauzi Syam dan lain-lain. Sebagian jejak tersebut diatas, hanya sebagian penulis dapat ikuti dan lanjutkan, lantaran kuatnya dorongan seorang mentor dan kakak yang luar biasa, alm. Tubagus Rizon.<br /><br />Setelah lulus IPB yahun 1988, almarhum diamanahi menjadi General Manager di Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) sampai tahun 1997 dengan memberikan contoh kepemimpinan yang efektif. Saat almarhum harus pamitan untuk mengabdi pada profesi lain, Ketua IKPI saat itu membisiki penulis, Ir. Wibisono menyatakan; “Klis, Gue kehilangan seorang tangan kanan sekaligus sahabat yang turut membesarkan IKPI”. Almarhum dapat menjadi seorang yang amanah dalam menjalankan pekerjaan, sekaligus sahabat bagi pimpinannya; kepribadian yang luar biasa!. Pada periode tersebut, bersama beberapa mantan aktivis tahun 1980an, kami mendirikan forum diskusi bulanan yang bernama Forum Dialog Indonesia (FDI) di Jakarta yang saat itu juga dihadiri oleh (alm) Ekie Syachrudin. Pada forum tersebut, pengaruh kenegarawanan almarhum semakin terasa, dan memberikan warna kepemimpinan yang amat demokratis. Perannya amat dominan saat forum tersebut aktif memberikan masukan bagi proses reformasi negeri ini pada tahun 1997-1998. Almarhum juga tidak kurang mencurahkan sebagian waktunya menjadi peneliti paruh waktu di PAN ASIA RESEARH Jakarta, dimana almarhum banyak mengenal tokoh-tokoh intelektual pada Majelis Reboan dan sahabat-sahabat dari (alm) Ekie Syachrudin dan Utomo Dananjaja.<br /><br />Setelah bersama penulis sempat membesarkan sebuah perusahaan developer, Grahabina Sentosa (GBS), selajutnya almarhum mencurahkan waktu dan pikirannya untuk menyelamatkan sebuah perkebunan sawit di Kalimantan Barat. Dengan kematangan dan kemampuannya bersama pemilik perusahaan PT. Multi Jaya Perkasa (MJP), almarhum berhasil menyelematkan perusahaan tersebut sehingga diapresiasi untuk masuk sebagai salah satu pemegang saham dan komisaris perkebunan tersebut. Dengan integritas dan kesiapan total secara independen masuk pada perjuangan politik, akhirnya almarhum masuk gelanggang politik melalui Partai Amanat Nasional (PAN) tahun 1999 dan membidangi pendirian Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Banten pada tahun bwerikutnya, yang selanjutnya memimpin partai tersebut hingga akhir hayatnya.<br /><br />Sahabatku (alm) Rizon, engkau wafat di tengah perjuangan yang engkau yakini sebagai ibadah dan panggilan hidup, Insya Alloh, semua perjuangan tersebut memperoleh balasan setimpal dari Alloh SWT. Kami yang engkau tinggalkan belajar dari dedikasi dan perjuanganmu, selamat jalan sahabat terbaik!ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-80592152413548544452007-06-11T09:52:00.000-07:002007-06-11T10:03:07.891-07:00Belajar Inovasi Biaya Dari ChinaBELAJAR INOVASI BIAYA DARI CHINA<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />Oleh: Ahmad Emye<br /><br />Masih ingatkah anda saat mengenang fenomena produk-produk Jepang, made in Japan, pada tahun 70an? Saat itu kualitas produk-produk Jepang sering dipersepsikan rendah dan cuma layak dihargai murah. Namun persepsi tersebut lantas berubah pada era tahun 90an saat produk-produk Jepang merajai pasaran dunia dengan berbagai produk premium dan berkelas. Para pelaku industri mobil di Amerika (Ford, GM, Chrysler) tercengang saat mobil-mobil Jepang tiba-tiba berseliweran di jalan-jalan raya mereka, dan masih tidak percaya sampai akhirnya mobil-mobil Jepang terparkir di rumah-rumah para pelanggan mereka. Semuanya terlambat.<br /><br />Mungkin seperti itulah persepsi sebagian kita saat ini memandang kualitas produk-produk China yang kini telah membanjiri pasaran dunia; USA, Eropa, Timur Tengah, Asia, termasuk negara kita. Tahukah anda, Dragon Mart, sebuah kawasan niaga terbesar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) merupakan salah satu pusat perdagangan terbesar di kawasan tersebut? Belum lagi berbagai produk-produk China telah membanjiri pasaran dunia dari berbagai produk elektronik, kendaraan bermotor, komputer, mesin-mesin industri dan industri barang-barang modal lainnya. Tanyakan pada para distributor mesin-mesin cetak di tanah air, mesin-mesin cetak negara manakah yang kini mulai dicari oleh para pelanggan-pelanggan mereka? Yang berani memberi garansi sampai tiga tahun dengan after sales service yang memuaskan? Dan memberikan jaminan uang kembali bila mengalami kerusakan selama masa garansi tersebut?<br /><br />Mari terus kita telusuri, merek-merek air-conditioned (AC) dari negara manakah yang kini mulai menggeser merek-merek ternama seperti National, Toshiba, Sharp dan Sanyo? dari negara manakah merek-merek AC seperti TCL, Haier, Denpoo dan Changhong yang belakangan disukai para pelanggan menengah karena memberikan fitur yang canggih dengan jaminan pasca pembelian compressor sampai tiga tahun sehingga mendongkrak pertumbuhan AC di negeri kita sampai 30% pada tahun 2006? Jawabannya adalah China. Jangan lupa lho, para pelanggan menengah tersebut terus meningkat kesejahteraanya. Belum lagi bila kita amati perkembangan terakhir pada pelbagai industri elektronik dan barang-barang modal yang telah membanjiri hampir semua pusat-pusat perdagangan di tanah air. Tiga tahun lalu, para pengamat industri komputer dunia tercengang saat Lenovo membeli 18.9 % saham IBM senilai US 1.25 milyar, dan kini Lenovo membuat dan menjual personal computer (PC) merk IBM, salah satu icon merk PC dunia<br /><br />Pembaca yang budiman, fenomena ini telah diamati dengan cermat oleh dua orang professor bidang strategi bisnis – Peter J. Williamson dari sekolah bisnis terkemuka di Eropa, INSEAD, Fontainebleau, France dan Ming Zeng, pakar bisnis dari Cheung Kong Graduate School of Business, China. Prof. Williamson adalahpengarang buku best seller, Winning in Asia. Prof. Williamson dan Prof. Zeng kemudian berkolaborasi menulis buku terbaru, Dragons At Your Door (2007) yang menyatakan bahwa rahasia dari kemampuan perusahaan-perusahaan China melakukan penetrasi pasar pada berbagai negara di dunia adalah kemampuan mereka melakukan inovasi biaya (cost innovation).<br /><br />Inovasi biaya yang dijalankan perusahan-perusahaan China mampu menggoyang berbagai pelaku industri mapan pada berbagai industri dari negara-negara USA, Eropa dan Jepang, terutama pada industri-industri mass-market dan merambah pada berbagai industri high-tech dan berbagai industri specialty, seperti refrigerator, container, berbagai mesin-mesin cetak dan lain-lain.<br /><br />Strategi berbiaya rendah (cost-leadership) sebenarnya bukanlah strategi baru, karena telah dipopulerkan oleh Prof. Michael E. Porter dari Harvard Business School (Competitive Strategy, 1980), namun yang menarik dari para pendatang baru dari China adalah kemampuan mereka menawarkan fitur-fitur canggih dari berbagai produk yang dihasilkannya dengan strategi harga yang tidak masuk dalam hitungan bisnis para pesaingnya dari berbagai negara maju. Sebagai contoh, sebagaimana biasa para pesaingnya dari USA, Eropa dan Jepang menawarkan berbagai fitur yang tinggi untuk menikmati berbagai keuntungan diferensiasi produk dan merek (brand) yang kemudian mengantarkan mereka untuk menikmati margin yang tinggi, dengan produk-produk premium, terutama pada consmuer goods, high-tech dan specialty industry. Namun, Williamson dan Zeng membuktikan era tersebut telah berakhir.<br /><br />Williamson dan Zeng menyatakan, strategi inovasi biaya ini telah mengganggu kompetisi global (disrupting global competition) yang selama ini mapan. Sebagai contoh, dalam Dragons at Your Door diuraikan bagaimana salah satu produsen produk specialty seperti China International Marine Container (CIMC) yang telah menjadi pemimpin pasar dunia sejak tahun 1996 pada industri barang-barang modal pelayaran (shipping industry). Volume penjualan CIMC lebih besar enam kali dari pesaing terdekatnya dengan pangsa pasar 55% dan mengusai pasar pada industri pelayaran dunia. Bayangkan, produk yang dihasilkan CIMC telah memberikan fitur paling canggih pada setiap kategori produk kontainer yang dimasukinya seperti fasilitas pendingin yang canggih, penelusuran elektronik yang state-of-the art, tanki di dalam, dan fitur yang disesuaikan (customized) dengan keputuhan pelanggan, dengan harga dibawah para pesaingnya dari negara-negara Eropa. CIMC bahkan mengakusisi Graaf, salah satu pesaingnya dari Germany pada tahun 2005, setelah sebelumnya mengakusisi Clive-Smith Cowley, UK. Ironisnya Graaf dan Clive-Smith Cowley adalah para pemimpin pasar pada masa lalu, dan memiliki berbagai paten yang belakangan dimiliki oleh CIMC saat ini. Kunci kesuksesan CIMC adalah dua strateginya yang cerdas, yakni: teknologi tinggi dengan biaya rendah (high-technology at low cost) dan variasi dengan biaya rendah (variety at low cost).<br /><br />Keunggulan para pelaku industri China telah “mengganggu” berbagai industri yang selama ini dikuasai berbagai negara industri maju. Pengamatan Williamson dan Zeng pada tahun 2005 menyatakan produk-produk China telah membanjiri volume pasar dunia sebanyak 40% produk televisi, 50% produk AC, 30% produk refigrator, 51% produk microwave ovens, lebih dari 50% kamera digital, 37% produk telepon selular, 70% produk kontainer, 60% produk mainan, 70% produk lampu, 50% produk Crane, 70% produk mesin jahit dan 35% produk komputer pribadi. Saya yakin angka-angka tersebut tidak berlebihan, karena bila para pembaca jalan-jalan ke negara-negara Timur Tengah, berbagai negara ASEAN, dan Eropa Timur, produk-produk China telah merajai pasaran mereka. Pasar-pasar di negara-negara USA, Eropa Barat, dan Jepang sudah mulai “diganggu” oleh produk-produk China yang sexy dari dari segi fitur dan harga yang terjangkau. Bukan tidak mungkin kisah produk-produk China yang masuk pada produk dan pasar premium akan mulai menjadi fenomena nyata pada beberapa tahun kedepan.<br /><br />Uniknya, kedua profesor diatas juga menguraikan beberapa kelemahan produk-produk China saat ini yang bermuara pada kelemahan pada fleksibilitas disain produk, terutama pada high-end market dan berkembangnya fenomana outsourcing yang memungkinkan modularisasi produk-produk industri manufacturing, sehingga para pelaku industri China dituntut lebih antisipastif terhadap proses peningkatan rantai nilai (value chain) yang berskala global, tidak selalu harus menyatu dari hulu sampai hilir di China. Yang menarik adalah beberapa tips dari Williamson dan Zeng kepada kita semua bagaimana strategi bersaing dengan “ancaman” produk-produk China tersebut (hal. 149). Keduanya mengajukan tiga tips yakni; (i) menggunakan strategi yang sama melalui inovasi biaya dengan basis R & D yang kuat dan terus-menerus; (ii) melakukan outsourcing proses bisnis dengan perusahaan-perusahaan China, sebagaimana dilakukan Nike, Adidas dan lain-lain; dan (iii) melakukan aliansi strategis dengan para pelaku bisnis China yang lebih banyak unggul pada proses manufacturing. Keduanya mengeksploarsi ketiga kemungkinan tersebut secara gamblang yang berujung pada proses mengemankan bottom-line bisnis dalam jangka panjang, yakni profitability dan business growth. Mari kita bergegas dengan langkah lebih cerdas, bila tidak berbuat apa-apa, tidak lama lagi produk-produk China ada di depan pintu kita!<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref1" name="_ftn1"><em><strong>[1]</strong></em></a><em><strong> Tulisan ini dimuat di Business Week, Edisi Indonesia, 4 Juni 2007<br /></strong></em><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7711461317919570478#_ftnref2" name="_ftn2"></a>ahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7711461317919570478.post-36545989774942610672007-06-10T18:07:00.000-07:002007-06-10T18:13:59.344-07:00Welcoming messageDear Bloggers,<br /><br />Life is so inspiring..<br /><br />It's always greatest momentum for us, to create a meaning in which we could contribute to others..<br /><br />We create a meaning for our own life and others' life, since everyone of us have its own contribution in our own life..<br /><br /><br />Warm regards,<br />Emyeahmad mukhlis yusuf (emye)http://www.blogger.com/profile/02246167858020513726noreply@blogger.com0