Leadership is...

Leadership is learnership

It's all about constant growth and achieving more than expected;

It's searching for opportunities in everyday activities and learning through experience;

It's about building skills for today and tomorrow.

(John F. Kennedy's undelivered speech as quoted by DDI's Achieving Your Leadership Potential Workbook)

Inbox

Wednesday, June 25, 2008

Mozaik Pemimpin Berintegritas Untuk Indonesia

ESQ Magazine, Mei 2008

MOZAIK PEMIMPIN KUAT DAN BERINTEGRITAS UNTUK INDONESIA

"Saya sering tersentak melihat peristiwa anarkisme dan mudah marahnya berbagai kelompok masyarakat dalam menyikapi berbagai masalah bersama," kata Ahmad Mukhlis Yusuf, Direktur Utama Kantor Berita ANTARA. Bagi Emye, begitu dia sering disapa, kemarahan dan anarkis itu pertanda sumbu dialog tersumbat akibatpemegang kekuasaan gagal menciptakan kepercayaan dansuasana untuk berdialog.Maraknya berbagai protes atas hasil Pilkada sebenarnyabisa diselesaikan secara paralel dengan bertemunya para kontestan untuk berbagi komitmen dan berkontrakpolitik yang disaksikan wakil legislatif dan tokohmasyakarakat.

Itikad baik tersebut setidaknya suasanapermusuhan dan anarkisme dapat dihindari sambilmenunggu proses penyelesaikan oleh KPU atau MA."Karena apapun keputusan dan hasilnya, harusnyadisertai dengan kesadaran spiritual bahwa kepemimpinanadalah amanah yang wajib dipertanggungjawabkan didunia dan akhirat. Dengan demikian, tidak perlu ngoyodengan jabatan apapun yang akan diperolehnya," katapria penyuka film Gandhi itu.

Sejumlah kasus itu, bagi dia, merupakan penyimpangandari nilai-nilai kemanusiaan yang universal. "Sikapdan perilaku tersebut merupakan penistaan terhadapnilai-nilai kejujuran, keadilan dan tanggung-jawabkolektif kita sebagai bangsa yang sedang bergerakmenuju orbit keseimbangan baru," katanya. Pria Sagitarius yang lahir pada 1967 itu menilaibahwa korupsi, gesekan kesukuan, kerusuhan pilkadadan sejenisnya menunjukkan penghalalan segala carauntuk mencapai tujuan. "Padahal uang dan jabatan hanyalah alat yangdiamanahkan oleh Allah agar digunakan untuk menegakkankeadilan dan meraih kesejahteraan bersama," katanya.Menurut dia, penyimpangan itu sudah cukup parah,ibarat aturan lalu lintas, penyimpangan tersebut sudahberada pada lampu merah, bukan lagi lampu kuning,"katanya.

Untuk itulah, katanya, diperlukan titik balik padamomentum seabad Hari Kebangkitan Nasional sebagaipeneguhan komitmen bersama yang disertai kerja keras,kerja cerdas, dan kerja ikhlas berbagai komponenbangsa untuk memperbaikinya bersama-sama.Emye menyatakan, bagian pondasi yang selama initerabaikan adalah semangat spiritual dalam visikebangsaan Indonesia. "Sebagai 'state of the future', visi kebangsaan kitaterlalu berdimensi fisik dengan ukuran-ukurannya yangserba kebendaan," kata lelaki yang bergerak dalampengembangan "life inspiration and business strategy"itu.

Padahal pemikir manajemen Danah Zohar, membuktikanbahwa "material capital" dapat diraih oleh bangunan"social capital" yang kuat di atas fondasi "spiritualcapital". Emye mengkritisi Visi Indonesia 2030, yang diluncurkansejumlah praktisi dan pakar yang selanjutnya didukungPresiden dan Wapres. Menurut dia, sebagai sebuah ide dan bahan awal, visi tersebut sangat baik untukmelecut kita agar berpikir dan bekerja keras dengantujuan yang terukur."Namun ukuran-ukurannya juga bersifat material," kataEmye. Bagi dia, visi itu tidak akan tercapai bilatanpa dibarengi dengan terbangunnya "spiritualcapital" pada pelaku utamanya: para professional,industri, pengelola pemerintahan, pengusaha danberbagai komponen bangsa lainnya.Menurut dia, saat ini belum ada pernyataan visi yangmenekankan nilai-nilai kejujuran, keadilan, harmonisosial, kemuliaan yang hendak dibangun pada tatadunia baru yang lebih baik. Bahkan satu dekade setelah reformasi 1998, katanya,penegakkan hukum masih belum maksimal, akses ekonomimasih dikuasai pemodal kuat, anarkisme masih terjadidi mana-mana, politik uang terjadi di pelbagai pilkadadan lain-lain.

"Kecuali kesadaran akan hak-hak politik dankehati-hatian berlebihan birokrasi dalam mengelolaproyek-proyek pemerintahan, belum banyak yangdihasilkan oleh proses reformasi dalam satu dekadeini," kata penyuka buku Musashi itu.Bagi dia, reformasi dalam titik kritis bila kita tidakberfokus pada substansinya, yakni penataan sistem dankehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih adil danmenjamin kehidupan yang lebih sejahtera dan mulia.Dalam manajemen sebuah bangsa, apalagi bangsa besarseperti Indonesia, katanya, perubahan ke arah lebihbaik dapat diawali oleh tampilnya tokoh kuat danberintegritas, seperti Bung Karno dan Pak Harto padaparuh pertama kepemimpinan masing-masing.

Pilihan selanjutnya, membangun kelembagaan atau sistemkenegaraan untuk menghasilkan pemimpin yang kuat danberintegritas. "Idealnya keduanya dilakukan bersamaan,namun ternyata tidak mudah," katanya. Bahkan, dia saat ini ragu pada pilihan kedua; penataankelembagaan dan sistem an sich, bila melihat alotnyapara anggota legislatif dari partai-partai politikberbagi kekuasaan dengan Dewan Perwakilan Daerah danmunculnya calon perseorangan yang dapat menjadiancaman keberadaan mereka. Tapi, dia juga melihat betapa tidak mudah menemukansosok pemimpin berintegritas tinggi pasca-reformasi.Kepemimpinan BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBYbaru menghasilkan mozaik yang saling melengkapi.

"Sebenarnya SBY punya momentum untuk melakukaan halitu, bila disertai dengan visi spiritual yangdisebutkan di atas. He is a leader in the making,belum selesai, beliau bisa menjadi pemimpin yang besaratau justru bisa tergelincir bila terbatas pada wacanasaja," katanya. Dia secara terbuka juga menyatakan belum menemukansosok tokoh bangsa yang ideal.

"Sebaiknya mulai mengembangkan wacana pemimpin bangsa ini di bawah usia50 tahun," katanya.Dia menyebut sejumlah tokoh yang sedang mematangkandiri, seperti Ary Ginanjar, Anies Baswedan, AnasUrbaningrum, Adhiyaksa, Muhammad Lutfi, YuddyChrisnandi, Aa Gym dan banyak tokoh muda lainnya. Dia juga menyebut kebutuhan Indonesia terhadap tokohkharismatis seperti Bung Karno, sistematis namunberpikir sederhana seperti Pak Harto, lugas danberintegritas seperti Nelson Mandela, bersahajaseperti Mahatma Gandhi, berwawasan inklusif sepertiNurcholish Madjid, bekerja dengan passion yang kuatseperti madam Teresa, mengglobal seperti BJ Habibiedan mampu menerjemahkan visi ke tindakan nyata sepertiMuhammad Yunus dari Bangladesh."Seperti mozaik, kan?" katanya. (hape)

No comments: